Bivitri juga menyoroti strategi penyandingan nama Soeharto dengan tokoh lain dalam daftar usulan, seperti Marsinah. Ia menilai hal ini dapat menjadi upaya untuk mengaburkan fakta sejarah dan membuat publik menjadi ragu untuk menolak.
Lebih lanjut, Bivitri mengingatkan dampak jangka panjang dari langkah ini. Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto berisiko mengikis legitimasi perubahan konstitusi pascareformasi.
"Kita bisa kehilangan dasar sejarah yang menunjukkan bahwa amandemen UUD 1945 itu perlu, karena kekuasaan Soeharto dulu terlalu besar. Saya khawatir langkah ini menjadi pembenaran untuk mengubah kembali konstitusi," bebernya.
Kekhawatiran terbesarnya adalah munculnya argumen yang membahayakan demokrasi di masa depan. "Kalau Soeharto dijadikan pahlawan, nanti bisa saja muncul argumen, 'Soeharto saja dipilih tujuh kali, kenapa tidak boleh lagi?' Itu yang berbahaya bagi masa depan demokrasi kita," pungkas Bivitri.
Artikel Terkait
Kasus Ijazah Jokowi: Analisis Muatan Politik & Kaitannya dengan Kekecewaan Pilpres 2024
Bigmo Buka Suara: Resbob Nyaris Menilep Donasi Banjir Sumatra Rp185 Juta di Podcast Deddy Corbuzier
PT SRM Bantah WNA China Serang TNI di Ketapang: Klarifikasi Lengkap & Fakta Sengketa Tambang
Bupati Situbondo Bantu Kakek Masir Dituntut 2 Tahun Penjara: Kronologi Lengkap Kasus Burung Cendet