Pengetahuan mereka dapat ditampung, dikolaborasikan dalam sebuah ruang kreatif.
"Mereka punya knowledge yang bagus maka sebenarnya creative hub-nya tinggal disediakan. Kolaborasi di antara mereka sebenarnya memunculkan tokoh-tokoh baru," kata Ganjar.
Nailul juga menegaskan, dengan digitalisasi, pasar terbuka melampaui batas wilayah. Namun di Indonesia, masih ada batas ‘jaringan’. Akses internet yang belum merata, membuat pasar berbasis digital terkonsentrasi di kota tier 1 dan tier ke 2 alias kota-kota besar.
“Meski secara market besar, namun pasar-nya terkonsentrasi di kota tier 1 dan 2. Kota tier 3 dan 4 masih sangat terbuka, namun potensi-nya terbatas. Makanya perlu dukungan untuk bisa masuk ke kota tier 3 dan 4,” ungkap dia.
Tidak bisa dipungkiri, kaitan antara ekonomi digital dan ekonomi kreatif sangat erat. “Sehingga kenaikan ekonomi digital akan mengerek ekonomi kreatif juga,” jelas Nailul.
Kemudian, soal sub sektor fashion dalam negeri menghadapi soalan persaingan. Sebab, kompetisi dengan produk impor yang nilainya sangat besar sekali, terutama di era digital.
"Banyak dari pemain fashion yang mengeluhkan persaingan dengan produk impor. Padahal industri fashion tengah naik. Ini juga perlu dukungan dari pemerintah,” tegas Nailul.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: jawapos.com
Artikel Terkait
Komisi VIII DPR Dukung Teguran Keras PBNU ke Gus Elham Yahya, Sebut Perilaku Tak Pantas
Syahganda Nainggolan Kritik Gibran: Bagusan Jadi Ketua RT - Analisis Lengkap
Rustam Effendi: Ijazah Jokowi Palsu dan Dibuat di Pasar Pramuka? Ini Faktanya
PP Himmah Dukung Roy Suryo Tersangka Kasus Ijazah Palsu Jokowi