Prabowo tampaknya ingin menciptakan tradisi baru dalam tata kelola pemerintahan, meskipun ada kekhawatiran bahwa hal ini bisa menjadi alat untuk menegaskan sentralisasi kekuasaan.
Dalam melihat konflik ini, penting untuk menempatkan Megawati dalam konteks relasinya dengan Jokowi.
Sejak awal, Jokowi tampak berupaya mencari perdamaian dengan Megawati, namun berbagai pendekatan yang dilakukan—termasuk melalui tokoh-tokoh tertentu—tidak membuahkan hasil.
Akhirnya, Jokowi mengambil langkah berisiko dengan mendahului pernyataan bahwa Megawati menentang Prabowo, sebuah manuver politik yang dimaksudkan untuk menciptakan kesan bahwa Megawati adalah pihak yang “balelo” dalam dinamika politik nasional.
Namun, strategi Jokowi ini terbaca oleh Megawati dan Prabowo, yang akhirnya berkomunikasi untuk meredam potensi konflik lebih lanjut.
Keputusan Megawati mengirimkan perwakilannya ke Magelang menunjukkan bahwa ia tidak ingin terjebak dalam skenario yang dirancang oleh Jokowi.
Dengan demikian, rencana Jokowi untuk memecah belah tampaknya tidak berhasil sepenuhnya.
Pada akhirnya, pertarungan politik antara Megawati dan Jokowi akan terus menjadi bagian dari lanskap politik Indonesia.
Prabowo, dengan sikap bijaknya, berusaha meredam ketegangan ini agar transisi pemerintahan berjalan tanpa hambatan besar.
Namun, dalam jangka panjang, narasi politik yang dimainkan Jokowi dan Megawati akan terus berkembang, dan kita akan menyaksikan bagaimana skenario ini berlanjut hingga Pemilu 2029.
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Profesor Ikrar Bongkar Bahaya Legacy Jokowi: Syarat Wapres RI Hanya Lulus SD?
Ijazah Jokowi & Gibran Dipersoalkan, Iwan Fals Berkomentar: Kalau Palsu, Gimana?
Mengapa Disertasi Dekan Fisipol UGM Tak Satu Kali Pun Menyebut Jokowi sebagai Alumnus?
Prabowo Kesal Terus Digelendotin Jokowi, Benarkah Demikian?