Masalahnya, pola ini terus diwariskan ke junior-juniornya. Termasuk para peserta Sespimmen saat ini.
Bambang menyebut tradisi “sowan” memang masih umum di masyarakat yang feodal.
Namun, ia menilai pendekatan seperti itu tidak pantas dilakukan oleh peserta pendidikan yang seharusnya menjunjung nilai ilmiah dan kesetaraan.
“Akan lebih elok jika para Serdik ini menemui senior-senior Polri. Bukan justru mendatangi tokoh politik,” tegasnya.
Alat Politik Kekuasaan
Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana, sepakat dengan kritik ISESS.
Ia menilai, daripada menemui Jokowi, para Serdik Sespimmen Polri seharusnya datang ke lembaga yang lebih relevan—seperti Komnas HAM atau Ombudsman RI.
“Bukan minta saran ke tokoh politik. Tapi ke lembaga yang punya data dan pengalaman soal masalah dalam tubuh Polri,” ujar Arif.
Data Komnas HAM membuktikan itu. Sepanjang 2024, Polri tercatat sebagai institusi paling banyak diadukan atas dugaan pelanggaran HAM. Jumlahnya mencapai 663 laporan dari total 2.305.
Tak hanya itu. Ombudsman juga mencatat Polri sebagai salah satu lembaga paling sering dilaporkan terkait praktik maladministrasi dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Arif, perwira menengah Polri yang tengah menempuh pendidikan penting untuk memahami akar masalah ini. Dari sana mereka bisa belajar memperbaiki lembaganya sendiri.
“Apalagi kepercayaan publik terhadap Polri terus merosot. Harusnya ini jadi refleksi serius,” tegasnya.
Ia menambahkan, kunjungan ke Jokowi bukan cuma tidak pantas. Tapi juga melanggar TAP MPR Nomor VI dan VII Tahun 2000 yang menegaskan bahwa Polri harus netral dan tidak terlibat politik praktis.
“Ini bentuk kegagalan reformasi kepolisian. Dan itu makin terang benderang,” kata Arif.
Kegagalan itu, menurutnya, juga tak lepas dari pemerintahan Jokowi. Banyak perwira tinggi Polri ditarik masuk ke jabatan-jabatan sipil. Praktik ini kemudian diteruskan oleh Prabowo, yang mulai melibatkan TNI dalam struktur sipil.
“Saya kira ini berbahaya kalau kemudian dibiarkan. Harus ada evaluasi dan dorongan untuk kembali mendesak reformasi kepolisian dan TNI karena ini sudah jauh keluar dari relnya,” jelas Arif.
Ancam Wibawa Prabowo
Sedangkan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai intensitas Jokowi menerima kunjungan menteri hingga Serdik Sespimmen Polri dapat meruntuhkan wibawa Prabowo sebagai presiden. Selain juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
“Semuanya seharusnya lebih intens kepada Presiden Prabowo, bukan kepada Jokowi,” kata Dedi.
Jokowi, kata Dedi, semestinya bisa menahan diri dan menghormati wibawa Prabowo sebagai presiden.
Bukan justru terkesan ‘memfestivalisasi’ kunjungan elite hingga Serdik Sespimmen Polri tersebut demi menunjukkan dirinya masih memiliki pengaruh.
“Jangan sampai ini membuat kecurigaan publik bahwa Jokowi yang melakukan festivalisasi kunjungan-kunjungan semacam ini. Artinya ada semacam post power syndrome,” tuturnya.
Sementara mantan Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menilai kunjungan Serdik Sespimmen Polri ke rumah Jokowi dalam rangka si dan diskusi sebagai hal yang wajar. Sehingga hal itu tidak perlu disikapi terlalu sensitif dan penuh prasangka.
Sebagai calon pemimpin Polri di masa depan, Poengky menyebut Serdik Sespimmen Polri itu wajib menggali ilmu sekaligus pengalaman kepada masyarakat, serta tokoh yang dianggap dapat memberikan ilmunya. Termasuk Jokowi sebagai tokoh yang pernah memimpin bangsa ini.
“Ketika saya dulu masih aktif di LSM Imparsial yang fokus di bidang Hak Asasi Manusia dan Reformasi Sektor Keamanan, kami juga menerima kunjungan peserta didik Sespimmen dan Sespimti, dan berdiskusi kritis dengan mereka," jelas Poengky.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Prediksi Pakar: Prabowo-Gibran Dipastikan Kalah di Pilpres 2029, Ini Penyebabnya
Waspada Mata-mata Jokowi! Analis Peringatkan Prabowo Soal Mudharat Budi Arie Setiadi Masuk Gerindra
Budi Arie & Projo Disarankan Gabung PSI, Bukan Gerindra: Analisis Lengkap
Budi Arie Setiadi Pilih Gerindra, Tanda Jauh dari Jokowi? Ini Kata Pengamat