Monolog Gibran Soal Bonus Demografi Menohok Dirinya Sendiri

- Kamis, 24 April 2025 | 05:00 WIB
Monolog Gibran Soal Bonus Demografi Menohok Dirinya Sendiri

PARADAPOS.COM - PERNYATAAN Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terkait bonus demografi melalui video monolog menjadi sorotan publik. 


Dari 900 ribu yang menonton, video yang diunggah channel Youtube Gibran Rakabuming itu mendapat seratusan ribu dislike hingga 23 April 20252.


Video berjudul "Giliran Kita" itu berdurasi 6 menit 19 detik. 


Dalam pidatonya Gibran menyampaikan bahwa Indonesia tengah menghadapi berbagai tantangan global, baik situasi ekonomi, perang dagang, geopolitik, serta perubahan iklim yang membawa perubahan di berbagai sektor.


"Tapi di sisi lain sebagai negara besar, sebagai negara yang menaungi kehidupan 284 juta penduduknya, harus tetap tumbuh, harus tetap lincah, dan adaptif," kata Gibran membuka monolognya, Rabu (23/4/2025).


Kendati begitu, Gibran yakin Indonesia memiliki peluang yang jauh lebih besar dalam menghadapi segala tantangan global.


"Banyak yang sudah mendengar tentang bonus demografi. Kondisi di mana lebih dari separuh penduduk suatu negara berada pada usia yang produktif. Ya, Indonesia akan mendapatkan puncak bonus demografi di tahun 2030 sampai dengan 2045," ujar Gibran.


Menurutnya bonus demografi suatu kondisi yang hanya terjadi satu kali dalam sejarah peradaban sebuah bangsa. 


Pada saat itu lah penduduk berusia produktif memiliki proporsi yang lebih besar sehingga mempunyai pengaruh signifikan dalam menentukan arah kemajuan.


"Ini adalah peluang peluang besar kita. Ini adalah kesempatan emas kita untuk mengelola bonus demografi agar bukan menjadi sekedar bonus, bukan sekedar angka statistik, tapi justru sebagai jawaban untuk masa depan Indonesia. Di mana faktor penentunya ada di teman-teman semua," tuturnya.


Menuju bonus demografi itu, Gibran menyampaikan sejumlah hal yang dibutuhkan, salah satunya budaya kompetitif.


"Kita butuh kolaborasi, kita butuh persatuan, kita butuh budaya kompetisi yang saling membangun, kita butuh ruang untuk tumbuh sehingga Indonesia lebih baik," katanya.


Berkaca dari situasi saat ini, optimisme Gibran untuk menghadapi bonus demografi dinilai jauh panggang dari api. 


Apa yang disampaikan Gibran tak semanis realita yang dialami anak muda saat ini.


Banyak persoalan yang luput dalam monolognya itu. Misalnya, ketika berbicara tentang kebutuhan "budaya kompetisi yang saling membangun."


Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Andreas Budi Widyanto menilai monolog Gibran merupakan contradictio in terminis atau pernyataan yang bertentangan dirinya sendiri.


"Jadi apa yang dinyatakan itu bertolak belakang dengan apa yang terjadi atas pemilihan dia (Gibran) sebagai wakil presiden," kata Widyanto kepada Suara.com, Rabu (23/4/2025).


Widyanto mengingatkan, terpilihnya Gibran sebagai wakil presiden termuda bukan melalui kompetisi yang sehat. 


Terdapat aturan konstitusi yang diakali untuk meloloskannya sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2024. 


Begitu juga karier politiknya, tak bisa dilepaskan dari nama besar ayahnya, Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi.


Kompetisi untuk menempati jabatan strategis di pemerintahan pun jauh dari proses yang berkeadilan. Misalnya representasi anak muda di Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran.


Mereka yang berhasil duduk dinilai bukan karena kompetensi, melainkan karena bagian dari tim pemenangan dan nama besar di belakangnya. 


Seperti Zita Anjani, ditunjuk sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Pariwisata yang tak lain putri dari Ketua Umum Partai Amanat Nasional sekaligus Menteri Koordinator Bidang Pangan Indonesia, Zulkifli Hasan. 


Belum lagi jabatan komisaris di sejumlah Badan Usaha Milik Negara-- tak sedikit diisi anak muda yang sebelumnya menjadi tim pemenangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.


"Jadi apa yang dikatakan itu menohok dirinya sendiri. Karena apa? Memang ada sistem kompetisi yang bersih di Indonesia. Ini yang harus ditanyakan kembali kepada Wakil Presiden," tegasnya.


Kebutuhan "ruang untuk tumbuh" dan "kolaborasi" yang disampaikan Gibran, juga dipertanyakan Widyanto. 


Katanya, apakah ruang-ruang tersebut sudah tersedia? 

Halaman:

Komentar