PARADAPOS.COM - Nama Presiden ke 2 Soeharto menjadi kandidat kuat tokoh yang akan memperoleh gelar sebagai Pahlawan Nasional. Masuknya Soeharto memicu polemik.
Apalagi, rekam jejaknya penuh kontroversi mulai dari isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) hingga korupsi, kolusi dan nepotisme alias KKN.
Adapun Kementerian Sosial (Kemensos) menyebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar tersebut.
Namun demikian, Menteri Sosial Saifullah Yusuf alias Gus Ipul menuturkan bahwa pihaknya tengah menyiapkan sejumlah administrasi untuk dilengkapi agar Presiden RI ke-2 H.M Soeharto bisa segera mendapatkan gelar pahlawan nasional di Indonesia.
"Sedang dalam proses ya," tuturnya.
Pria yang akrab disapa Gus Ipul tersebut juga mengatakan bahwa peluang Presiden RI ke-2 Soeharto sangat besar untuk diberi gelar pahlawan nasional tahun ini.
"Peluangnya terbuka lebar untuk Pak Harto mendapatkan gelar pahlawan tahun ini," kata Gus Ipul.
Menurutnya, Presiden RI ke-2 H.M Soeharto memenuhi semua persyaratan untuk diberi gelar pahlawan nasional.
Sayangnya, Gus Ipul belum membeberkan apa saja syarat yang harus dimiliki untuk mendapatkan gelar tersebut.
"Dalam proses," ujarnya.
Sementara itu, Sejarawan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Johan Wahyudhi menjelaskan semua anak bangsa pada hakikatnya memiliki jasa besar untuk negara, sehingga berhak mendapat gelar dari negara.
Namun, sebagaimana prosedur yang telah ditetapkan Kementerian Sosial, kata Johan, harus ada biografi Soeharto yang didukung oleh data yang otoritatif dan otentik tentang kiprahnya untuk bangsa Indonesia.
"Yang juga tidak kalah penting itu adalah bagaimana calon pahlawan nasional ini, menjadi inspirasi bagi seluruh masyarakat dan menuangkan pengorbanan bagi negara. Sebab itu, biografi ini perlu sebagai jembatan ke arah sana," tuturnya kepada Bisnis belum lama ini.
Johan juga menantang Kementerian Sosial membeberkan narasi sejarah akademik dan otentik sebelum menunjuk seorang tokoh menjadi pahlawan nasional.
Hal itu, kata Johan, bisa dilakukan dengan cara mengusut tuntas profil semua calon pahlawan nasional dan memeriksa kembali pelanggaran hukum yang telah dilakukan dan merugikan bangsa Indonesia.
"Jadi negara perlu hadir dalam menciptakan narasi sejarah yang akademik dan otentik. Ini bisa dilakukan dengan mengusut tuntas profil dari setiap calon pahlawan nasional," katanya.
Dia juga menilai untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada tokoh tertentu, harus mengacu pada landasan etik, bukan atas dorongan administratif semata.
"Jadi, fungsi dari Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), Kemensos dan Dewan Gelar harus sampai pada keputusan paripurna untuk menentukan apakah perjalanan hidup seorang tokoh layak diganjar gelar pahlawan nasional atau tidak," ujarnya.
Johan juga berpandangan dari 10 nama calon pahlawan nasional yang diusulkan oleh Kementerian Sosial, masih banyak nama lain yang belum terungkap, namun kiprahnya untuk bangsa tidak kalah besar jika dibandingkan Soeharto seperti di antaranya Tuan Rondahaim Saragih dari Provinsi Sumatera Utara, Tengku Buang Asmara dari Provinsi Riau.
"Dan terakhir KH Kholil Bangkalan dari Jawa Timur," tuturnya.
Artikel Terkait
Wacana Budi Arie Masuk Gerindra: Settingan Jokowi untuk Dua Periode Prabowo-Gibran?
Prabowo Ksatria: Tanggung Utang Kereta Cepat Whoosh, Bukti Sikap Negarawan
Relawan Kesehatan Tuntut Pencabutan Perpres 82/2018: Pasal 63 Dinilai Diskriminatif
Adies Kadir Tancap Gas Tangani Sengketa Lahan 534 Hektar di Surabaya Pasca MKD