Menurutnya, partisipasi publik, terutama Orang Asli Papua (OAP), menjadi krusial untuk menentukan arah pembangunan yang adil dan menghormati hak-hak kultural serta sipil mereka.
Rencana ini, klaim Yusril, adalah wujud komitmen pemerintah mendengar aspirasi rakyat Papua.
Jejak Masa Lalu dan Seruan Dialog
Gagasan menempatkan wakil presiden sebagai ujung tombak penyelesaian masalah Papua bukanlah hal baru.
Pada periode sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin telah memimpin Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP).
Untuk menunjukkan keseriusan, Ma'ruf Amin bahkan sempat berkantor selama lima hari di Papua pada Oktober 2023, melakukan serangkaian dialog dengan berbagai tokoh.
"Tolong dengar aspirasi mereka, dengar apa maunya mereka. Catat dan laporkan segera supaya kita dapat mencari solusi terbaik untuk Papua. Kalau ada usulan, saran, kita catat dan dengarkan," kata Ma'ruf Amin kala itu.
Namun, pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa kehadiran pejabat tinggi belum tentu menjamin penyelesaian akar masalah.
Kalangan akademisi yang mendalami isu Papua secara konsisten menyuarakan satu hal: kunci utama adalah dialog yang tulus.
"Ketika di forum, ada, misalnya, permintaan masyarakat untuk tidak memperbanyak pos-pos tentara di Papua.
Jadi, tentara dengar sendiri bagaimana masyarakat merasa tidak nyaman dengan kehadiran tentara dan sebagainya. Itu mereka dengar sendiri," ucap salah seorang peneliti.
"Jadi itu, menurut saya, yang harus dibangun. Ini yang selalu saya ulang."
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Jokowi Pilih Forum Bloomberg, Abaikan Sidang Ijazah Palsu: Analisis Dampak Politik
Analisis Posisi Jokowi Pasca Lengser: Prabowo Subianto Kuasai Panggung Politik
Tony Rosyid: Tuntut Pertanggungjawaban Jokowi 10 Tahun Memimpin Itu Wajar
Victor Rachmat Hartono Dicegah ke LN: Kasus Pajak PT Djarum yang Menggegerkan