Weton Kamis, itu punya makna: Lakune angin lan gelap, ….., akeh kang pada wedi mring wicarane, yen duwe rowang ora bisa awet, ora terus ing batin, panas atine, luwih brangasan, ing lahir budine luwih becik. Sarta rempit, dhemen digunggung ing wong, kena diapusi yen diempuk alus.
Artinya: Peredaran angin dan kilat, orang yang menjadi jodohnya sering meninggal duluan, bicaranya menakutkan, sulit berteman, batinnya tidak tulus, hatinya lekas panas, pemarah, senang pujian dan mudah ditipu dengan kata-kata halus. (Hal ini seperti termuat dalam Primbon Betaljemur Adammakna.)
Bila kita lihat hari Kamis, di situ ada hal penting, banyak orang takut pada bicaranya.
Hal ini takut bisa dimaknai takut karena kata-katanya tajam, bisa juga takut karena kata-kata Wapres Gibran dinilai sering salah dan ditertawakan orang.
Lantas, kalau punya teman tidak awet, ini juga perlu menjadi perhatian. Benarkah tidak awet kalau berteman.
Bila itu terjadi, maka bisa jadi yang tadinya teman, kemudian jadi lawan, mungkin ada kebutuhan tertentu sang kawan meninggalkannya.
Weton hari Kamis itu juga ada makna: batinnya tidak tulus, bila mengerjakan sesuatu, tidak tulus lahir batin, dalam tindakannya hanya lahir saja.
Misalnya saat Wapres Gibran membagi-bagikan susu atau makanan lain, dinilai itu tidak tulus, semua hanya pencitraan.
Acara seperti itu rawan menimbulkan kontroversi, karena Wapres Gibran kerjanya hanya bagi-bagi susu atau sembako.
Ada lagi ada sisi mudah marah, dan brangasan, senang pujian dan mudah ditipu dengan kata-kata halus.
Sederetan karakter itu perlu dicek baik buruknya.
Selain hal tersebut, Wapres Gibran perlu memperhatikan hal lain di luar politik, yakni perhatian kepada istrinya.
Dalam primbon ini soal istri juga disebutkan. Semoga Wapres dan istri selalu diberi sehat.
Lantas, untuk weton hari pasaran Legi: ingon-ingone kucing karo tikus, watake awas, luwih tutut, bungah atine tan duwe sanggrunggi, bilahine dipaeko, sawise dipaeko lagi metu curigane, bisa amor sugih bisa amor mlarat.
Watake tikus, yen bengi melek, awas akeh pengati-atine, bingung atine, saka awake, sethithik pangene, mandi panyakote, samubarang kang cinakot gelis matine, sring diwisaya wong, bisa gawe dhadhakan, niteni banget marang penggawe ala lan becik, gedhe begjane lan gedhe bilahine.
Maknanya: peliharaannya atau simbolnya kucing dan tikus, watak kucing, awas, jinak, riang hatinya, celakanya kalau difitnah, setelah difitnah muncul ciriganya, bisa berkumpul dengan oramg kaya atau orang melarat.
Watak tikus, pada malam hari berjaga, awas, behati-hati, sering bingung, sedikit makannya, gigitannya berbisa, yang terkena gigitan cepat mati, orang sering diperangkap orang, dapat berbuat sesuatu, selalu mengingat pada perbuatan baik dan buruk, besar keberuntungannya dan celakanya.
Yang termuat dalam uraian tersebut, orang yang punya weton legi, wataknya awas, jinak, senang hatinya itu normal saja.
Mungkin jinak perlu dimaknai, secara politik, Wapres Gibran belumlah politisi yang ulet, licin, tapi masih relatif belum atau tidak lihai.
Nah, kalau ini perlu disimak mendalam: bilahine dipaeko, sawise dipaeko lagi metu curigane, (celakanya kalau difitnah, setelah difitnah muncul ciriganya).
Namanya politisi, akan banyak fitnah dan kata-kata busuk mengarah padanya. Maka harus diwaspadai adanya fitnah ini.
Namun, diingatkan juga, setelah difitnah, maka akan muncul kesadaran, muncul kecurigaannya ke pihak-pihak tertentu.
Ini harus terukur. Dan tidak ambil tindakan berlebihan.
Terkait dengan karakter tikus, yang menarik adalah mandi panyakote, samubarang kang cinakot gelis matine (gigitannya berbisa, yang terkena gigitan cepat mati).
Ini secara poitis, bisa ditafsirkan, dalam melakukan tindakan, bisa berbahaya, siapa pun yang kena tindakan politisnya, bisa mati (dalam arti lawan politiknya tak berkutik). Ini misalnya terhadap orang yang memfitnah dan ketahuan.
Akan halnya iniL sring diwisaya wong, (sering diperangkap orang), ini peringatan bahwa dirinya selaku pejabat diperangkap orang, semisal lawan politik. Hal ini mengisaratkan Wapres Gibran harus waspada.
Yang terakhir ini patut juga diperhatikan gedhe begjane lan gedhe bilahine (besar keberuntungannya dan besar celakanya).
Sejauh ini Wapres Gibran adalah sosok yang besar keberuntungannya. Tapi untuk hari itu saat bertemu dengan AHY, kiranya dia sedang besar celakanya, bukan hari baik bertemu AHY.
Weton AHY Kamis Pahing
AHY yang lahir 10 Agustus 1978 di Bandung, bertepatan dengan weton Kamis Pahing. Kamis berlambang angin, sedangkan Pahing, bersimbol macan atau harimau.
Weton hari saptawara, AHY sama persis dengan Gibran yakni lahir hari Kamis, bedanya pada hari pasaran (pancawara), AHY lahir Pahing.
Maka di sini diungkap weton Pahing saja. Karakter Pahing lambangnya macan (harimau) ”ingon-ingone macan, watake adoh pasabane, lungguh dhewe, turu dhewe, akeh satrune, yen didhisiki mbilaheni, yen ndhisiki ora dadi opo, yen duwe gegaman resikan, nepsune saka wong wadon, kerep diapusi.”
Maknanya: “Watak harimau selalu jauh perginya, duduk menyendiri, tidur juga menyendiri, … Banyak musuhnya, kalau didahului dia berbahaya, tapi kalau dia yang mendahului tidak jadi apa. Jika punya senjata selalu dipelihara, kemarahannya timbul karena wanita.“
Gibran vs AHY
Bila weton masing-masing dihadapkan, meski Gibran dan AHY sesama Kamis, weton itu potensial untuk tidak akur, sebab sama-sama: akeh kang pada wedi mring wicarane, … panas atine, luwih brangasan (artinya: banyak yang takut dengan bicaranya, hatinya mudah panas, dan pemarah.
Maka, kalau kedua karakter itu sama-sama muncul bersmaan, keduanya bisa runyam.
Gibran dan AHY bisa tidak cocok, dalam hal weton Kamis ini. Belum lagi kalau dipertemukan Legi dan Pahing.
Simbol Gibran dalam weton adalah kucing dan tikus. watak kucing , awas, jinak, riang hatinya, celakanya kalau difitnah, setelah difitnah muncul curiganya, bisa berkumpul dengan oramg kaya atau orang melarat.
AHY weton Pahing, dengan simbol harimau, watak harimau selalu jauh perginya, duduk menyendiri, tidur juga menyendiri, … Banyak musuhnya, kalau didahului dia berbahaya.
Dengan persandingan dua simbol tersebut, menggambarkan sesutu uang sangat berbeda, kucing jinak, sedangkan harimau banyak musuhnya, dia berbahaya.
Bila keduanya berhadapan dalam suatu kasus, maka terjadi sesuatu yang tidak berimbang.
Tapi Gibran juga ada karakter tikus, yang bahaya gigitannya. Maka dua-duanya sama bahaya.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
Mahfud MD Dijuluki Sengkuni oleh Kader PSI, Ini Kata-kata Keras Soal Proyek Jokowi
Dedi Mulyadi Dianggap Tutupi Fakta Soal Uang Rp 4 Triliun Mengendap di Bank
Whoosh Sudah Busuk Sejak Awal? Ini Klaim Kontroversial Anak Buah Luhut
Prabowo Bukan Jokowi, Era Luhut Berakhir: Arah Baru Pemerintahan Indonesia