“Ini ibarat mau mencari tikus tapi KPU malah membakar lumbungnya. Sebuah tindakan yang malah melawan akal waras dan menutup keterbukaan informasi publik demi melindungi kebohongan atau bahkan kejahatan oknum tertentu,” sesalnya.
Roy juga mengkritik alasan KPU yang merujuk pada PKPU No. 15 Tahun 2014 dan PKPU No. 22 Tahun 2018.
Ia menegaskan, rujukan itu justru bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
“KPU malah lupa bahwa ada UUD 1945, UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang jelas memiliki kedudukan di atasnya,” tegasnya.
Ia pun membeberkan sederet dokumen penting yang hampir ditutup aksesnya, mulai dari LHKPN, SKCK, surat kesehatan, NPWP, SPT, rekam jejak, hingga surat pernyataan setia pada Pancasila dan UUD 1945.
Bahkan dokumen keterangan bebas G30S/PKI serta ijazah juga termasuk di dalamnya.
“Terlihat sangat subyektif untuk memihak oknum tertentu, ternyata berimplikasi besar terhadap tertutupnya semua akses masyarakat terhadap ke-15 syarat lainnya yang seharusnya terbuka demi transparansi,” jelasnya.
Roy menambahkan, sebelum keputusan itu dibatalkan, ia sempat mendiskusikan persoalan ini bersama mantan Ketua KPU Arif Budiman dan pengacara Rivai Kusumanegara.
Dari situ, kata dia, semakin jelas siapa yang benar-benar berpihak pada keterbukaan dan siapa yang melawan prinsip demokrasi.
Meski aturan KPU tersebut akhirnya dibatalkan, Roy mengingatkan bahwa perjuangan belum selesai.
"Kita tetap harus waspada, karena musuh demokrasi sering menyelinap dari dalam lewat celah regulasi. Setiap kali ada aturan yang berpotensi melemahkan transparansi dan demokrasi, semua harus kepo (curiga) dan kritis,” kuncinya.
Sumber: Fajar
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Wacana Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto: DPR Hormati tapi Minta Kajian Mendalam
Dugaan Pembengkakan Anggaran Proyek Kereta Cepat Whoosh: Kerugian Negara Capai 4,5 Miliar Dolar
Prabowo Tegaskan Kereta Cepat Whoosh Tak Bermasalah, Ini Faktanya
Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh Rugikan Negara Triliunan, DPR Turun Tangan