Menurut Buni Yani, langkah awal yang perlu diambil oleh Polri adalah membuka akses informasi seluas mungkin kepada publik terkait proses pemeriksaan tersebut.
“Jangan sampai publik hanya mendapatkan versi yang sudah direkayasa atau disusun untuk kepentingan pencitraan. Kalau memang 22 pertanyaan bisa diselesaikan dalam 1 jam, tunjukkan transkripnya. Apa saja yang ditanya, dan bagaimana respons Jokowi,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa reformasi di tubuh Polri tidak bisa ditunda lagi.
“Polri harus segera membenahi diri. Ini kesempatan untuk memperbaiki citra, untuk menunjukkan kepada rakyat bahwa mereka adalah lembaga milik negara, bukan milik seorang mantan presiden,” tegasnya.
Reaksi publik di media sosial menunjukkan skeptisisme yang tinggi terhadap efektivitas pemeriksaan tersebut.
Banyak yang mempertanyakan apakah proses tersebut benar-benar dilakukan secara prosedural, atau sekadar formalitas belaka demi memadamkan tekanan publik terhadap isu-isu tertentu yang menyangkut Jokowi.
Dalam situasi di mana kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum mengalami erosi, transparansi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.
Polri kini berada di persimpangan jalan: tetap menjadi alat kekuasaan atau bertransformasi menjadi institusi hukum yang profesional, netral, dan dipercaya rakyat.
Di tengah upaya membangun sistem hukum yang adil dan setara, kasus ini menunjukkan bahwa tantangan terbesar masih datang dari dalam institusi itu sendiri.
Seperti dikatakan Buni Yani, “Tidak henti-hentinya rakyat dibuat bertanya-tanya mengenai banyak kejanggalan ketika polisi berhubungan dengan Jokowi.”
👇👇
TAGS
Sumber: JakartaSatu
Artikel Terkait
Rudi Irmawan Kajati Paling Miskin, Bernadeta Maria Paling Tajir: Ini Daftar Lengkap Kekayaan Pejabat Kejaksaan!
Gugatan Perdata Gibran Resmi Dilimpahkan ke Meja Hijau, Ini Poin Sengketa
Praperadilan Nadiem Makarim vs Kominfo: Putusan Hakim Dibacakan Hari Ini!
Kejagung Bikin Heboh: Daripada Buron, Malah Memohon ke Pengacara Silvester, Ada Apa?