Pada wawancara itu, Refly Harun mengatakan bahwa pernyataan pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) yang mengatakan bahwa Jokowi lulus pada tanggal 5 November 1985 itu belum cukup menegaskan bahwa ijazah Jokowi ini asli.
"Ya, belumlah. Masa asli tidaknya ijazah cuman satu pernyataan," kata Refly Harun.
Menurut Refly Harun, proses pidana itu harus diselesaikan di pengadilan dengan bukti yang cukup.
"Jadi begini, kita harus pahami ya ini adalah proses pidana. Nah, proses pidana tersebut sebuah proses itu bisa ditindaklanjuti kalau dia cukup bukti. Nah, sekarang pembuktian tersebut kan macam-macam.
Ada surat ya kan, ada ahli dan lain sebagainya. Karena itu sepanjang buktinya cukup masa maka bisa ditingkatkan dalam proses penyidikan dan nanti kemudian akan ditetapkan siapa yang menjadi tersangkanya," tutur Refly Harun.
Sementara untuk proses di puslabfor, kata dia, hal itu untuk mendukung prosesnya.
"Dia bukanlah sebuah institusi yang kemudian menjadi final untuk menentukan asli tidaknya. Asli tidaknya itu dalam sebuah kasus seperti ini ya pengadilan," kata dia.
"Kalau pengadilan memutuskan bahwa ijazahnya itu asli, maka aslilah dia by law dan harus menunggu putusan dan inkrah," tambahnya.
Untuk itu menurut Redly Harun, kasus ini harusnya diselesaikan secara perdata, bukan pidana.
"Makanya saya katakan dari kemarin-kemarin harusnya yang diselesaikan itu kasus perdatanya. Karena dalam kasus perdata itu martabat itu terjaga. Tidak ada yang duduk sebagai tersangka atau terdakwa tetapi betul-betul menguji sebuah objek yang bernama ijazah," ungkapnya.
Sumber: Tribun
Artikel Terkait
KPK Didesak Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Proyek Kereta Cepat Whoosh, Diduga Rugikan Negara
Skema Jatah Preman Riau: Gubernur Jadi Pengusaha Proyek untuk Balik Modal Politik
OTT KPK di Ponorogo: Bupati Sugiri Sancoko, Sekda, Dirut RSUD, dan Adik Kandung Diamankan
Bupati Ponorogo Ditangkap KPK: Kronologi Lengkap OTT hingga Penggeledahan