UPDATE! Masyarakat Sipil Laporkan 2 Menteri dan 33 Wakil Menteri ke KPK, Ada Apa?

- Kamis, 21 Agustus 2025 | 13:45 WIB
UPDATE! Masyarakat Sipil Laporkan 2 Menteri dan 33 Wakil Menteri ke KPK, Ada Apa?

PARADAPOS.COM - KELOMPOK Masyarakat sipil melaporkan dugaan tindak pidana korupsi praktik rangkap jabatan menteri dan wakil menteri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 20 Agustus 2025. 


Ada dua menteri dan 33 wakil menteri yang dilaporan oleh kelompok yang terdiri atas Themis Indonesia, Transparency International Indonesia (TI Indonesia), dan Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi dan HAM (Pandekha) FH Universitas Gadjah Mada (UGM).


"Rangkap jabatan ini tidak hanya melanggar ketentuan perundang-undangan," kata Knowledge Management Officer TI Indonesia, Reza Syawawi, dalam keterangannya, Rabu, 20 Agutus 2025.


Dia menyebut bahwa rangkap jabatan menimbulkan potensi korupsi karena rangkap penghasilan atau pendapatan yang diperoleh dari dua jabatan yang berbeda. 


Selain itu, rangkap jabatan semakin menguatkan praktik konflik kepentingan dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).


Reza menyinggung pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto pada 15 Agustus 2025, yang menyebutkan bahwa korupsi masih menjadi masalah besar di dalam birokrasi, institusi pemerintahan, bahkan spesifik menyebutkan perilaku korup di BUMN dan BUMD


Namun, pidato ini berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan pemerintah untuk memperbaikinya.


Presiden justru merestui wakil menteri untuk menjabat di perusahaan negara sebagai komisaris yang diklaim sebagai wakil dari pemerintah. 


Padahal selama ini, praktik rangkap jabatan di BUMN atau BUMD justru menimbulkan banyak kasus korupsi dan kerugian yang disebabkan lemahnya fungsi pengawasan yang seharusnya menjadi tugas utama komisaris.


Sebagai perbandingan, kata dia, Ombudsman pada 2019 lernah melakukan pendalaman laporan berulang atas BUMN asuransi, yakni PT Asabri dan PT Jiwasraya. Kasus korupsi yang terjadi di BUMN ini merugikan negara triliun rupiah. 


Dalam laporannya, Ombudsman menemukan ada indikasi kelemahan sistem pengawasan pada kedua BUMN ini.


Dalam kasus ini, praktik rangkap jabatan komisaris justru mengurangi efektivitas pengawasan. 


Masyarakat sipil menilai telah terjadi pelanggaran yang nyata terhadap berbagai peraturan perundang undangan ihwal rangkap jabatan oleh menteri dan wakil menteri.


Adapun pelanggaran hukum dimaksud sebagai berikut;


1. UU Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara Pasal 23 UU Kementerian Negara secara tegas menyebutkan larangan bagi untuk merangkap jabatan sebagai;


a) Pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

b) Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau

c) Pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.


Larangan ini secara mutatis mutandis juga berlaku terhadap wakil menteri sebagaimana dalam putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 tentang Pengujian UU Kementerian Negara.


2. Undang-Undang    No. 1 tahun 2025 tentang Perubahan ketiga Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 


Di dalam UU BUMN juga tegas menyebutkan dalam Pasal 27B larangan bagi komisaris untuk merangkap jabatan pada jabatan-jabatan yang dilarang menurut ketentuan perundang-undangan. Jika mengacu pada UU Kementerian Negara, menteri dan wakil menteri adalah jabatan yang dilarang untuk melakukan praktik rangkap jabatan.


3. Undang-Undang No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik


Menteri dan wakil menteri adalah bagian dari pejabat yang melaksanakan pelayanan publik. 


Menurut UU Pelayanan Publik, Pasal 17 huruf a: “Pelaksana dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurua organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah”.

Halaman:

Komentar