Kedua, Presiden juga memberikan Bintang Mahaputera kepada eks narapidana korupsi, Burhanuddin Abdullah.
Hendardi mengatakan, publik mencatat dengan baik bahwa Burhanuddin merupakan salah satu ‘arsitek’ ekonomi pemerintahan Prabowo.
Namun, statusnya sebagai eks koruptor harusnya menjadikan Burhanuddin Abdullah tidak layak menyandang Tanda Kehormatan yang sangat tinggi sekelas Bintang Mahaputera.
Kasus korupsi Burhanuddin Abdullah adalah salah satu skandal besar yang melibatkan pejabat tinggi di sektor keuangan Indonesia.
Burhanuddin adalah mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2003–2008.
Pada tahun 2008, ia dinyatakan bersalah dalam kasus penyalahgunaan dana milik Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp 100 miliar.
Burhanuddin bersama tiga Deputi Gubernur BI lainnya--Aulia Pohan, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin--terbukti menyetujui penggunaan dana tersebut secara tidak sah.
Burhanuddin Abdullah divonis 5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada 29 Oktober 2008.
Dia juga didenda Rp 250 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Hakim menyatakan Burhanuddin bersalah karena menyetujui pengambilan dana meski ia sendiri sempat ragu dan bergantung pada pendapat anggota dewan gubernur lainnya.
Alasan ketiga mengapa penganugerahan tanda kehormatan ini harus ditolak menurut Hendardi, karena Presiden secara subjektif memberikan Bintang Kehormatan kepada para pembantunya di Kabinet Merah putih, dari Teddy Indra Wijaya hingga Bahlil Lahadalia.
"Publik secara massif mempertanyakan melalui media sosial dan media alternatif lainnya, apa jasa para Menteri yang baru menjabat dengan penunjukan politik (political appointment) Presiden itu?" ujarnya.
Hendardi juga menilai integritas para menteri yang mendapatkan anugerah Bintang Mahaputera tersebut tidak terbukti teruji.
Bahkan beberapa nama menteri penerima Bintang Mahaputera itu disebut-sebut dalam kasus korupsi.
"Keempat, penolakan publik yang luas, dari akademisi dan intelektual sampai para aktivis masyarakat sipil, juga pertanyaan-pertanyaan mereka atas integritas dan jasa besar para penerima Bintang Mahaputera itu menunjukkan proses profiling calon penerima Bintang Mahaputera tidak terbuka dan tidak melibatkan publik," ungkapnya.
Selain itu, kata Hendardi, proses penganugerahan Bintang Mahaputera yang serampangan tersebut, selain menurunkan kredibilitas dan nilai dari penghargaan negara itu, juga akan menjadi preseden bagi Presiden dan Pemerintahan dalam jangka panjang.
Presiden kata Hendardi, sudah pasti tidak akan menganulir pemberian Bintang Mahaputera tersebut.
"Tapi publik mesti mengingatkan Presiden bahwa tindakan negara, termasuk dalam bentuk pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus tunduk pada hukum negara," ujarnya.
Karena menurutnya, mengabaikan hukum dan peraturan perundang-undangan merupakan bentuk pelanggaran serius atas Sumpah Presiden sendiri yang diucapkan dalam Pelantikan.
Sumber: Tribun
Artikel Terkait
Praperadilan Nadiem Makarim vs Kominfo: Putusan Hakim Dibacakan Hari Ini!
Kejagung Bikin Heboh: Daripada Buron, Malah Memohon ke Pengacara Silvester, Ada Apa?
Hotman Paris Dibantah! JPU Tegaskan Ada Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Laptop Chromebook
Propam Usut Dugaan Perselingkuhan Anggota Brimob Polda Jabar, Ini Fakta-Faktanya!