PARADAPOS.COM - Kontroversi mengenai keabsahan ijazah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali memanas dan kini memasuki babak baru di ranah hukum.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah menggelar sidang perdana gugatan perdata yang dilayangkan oleh seorang warga bernama Subhan pada Senin (8/9/2025), menyeret isu ini kembali ke sorotan publik.
Menanggapi perkembangan ini, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, angkat bicara.
Melalui analisis tajamnya, Refly menyoroti celah hukum yang ada, di mana pengadilan mungkin tidak memiliki wewenang untuk membatalkan status Gibran sebagai wakil presiden, namun keabsahan ijazah setingkat SMA yang diperolehnya dari luar negeri tetap menjadi pertanyaan besar yang bisa diuji.
“Satu-satunya yang tidak bisa dilakukan pengadilan adalah membatalkan posisi Gibran sebagai wapres. Tapi, yang bisa dipertanyakan adalah keabsahan ijazah SMA-nya, apakah benar sesuai standar di Indonesia,” ujar Refly dalam tayangan YouTube miliknya.
Menurut Refly, persoalan ini bukan sekadar formalitas administrasi, melainkan menyentuh substansi fundamental pembentukan karakter dan identitas kebangsaan seorang pemimpin.
Ia secara tegas membedakan antara ijazah yang dikeluarkan oleh institusi pendidikan di Indonesia dengan yang berasal dari luar negeri.
Perbedaan utamanya terletak pada kurikulum wajib yang membentuk wawasan kebangsaan.
“Di luar negeri tidak ada pelajaran PPKN, Pendidikan Pancasila, atau Sejarah Indonesia. Itu sebabnya ijazah SMA Republik Indonesia sangat penting, apalagi untuk menjadi presiden atau wakil presiden,” tegasnya.
Refly bahkan melabeli kondisi ini sebagai sebuah "cacat bawaan" dalam konteks kepemimpinan nasional.
Ia berpendapat bahwa idealnya, seorang calon pemimpin tertinggi negara seharusnya menempuh pendidikan dasar minimal sembilan tahun di dalam negeri.
Tujuannya agar pemahaman mendalam mengenai identitas, nilai-nilai, dan sejarah bangsa telah tertanam kuat sejak usia dini.
Melihat adanya kekosongan hukum terkait isu ini, Refly Harun mendorong agar persoalan ini tidak berhenti di pengadilan perdata.
Ia menyarankan langkah hukum yang lebih strategis, yaitu mengajukan Judicial Review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Langkah ini dianggap krusial untuk menciptakan kepastian hukum dan menafsirkan aturan perundang-undangan yang hingga kini belum secara jelas dan eksplisit mengatur perbedaan antara ijazah SMA dari dalam dan luar negeri untuk syarat pencalonan pejabat publik.
“Ini wilayah abu-abu. Karena undang-undang tidak secara eksplisit membedakan ijazah SMA dalam negeri dan luar negeri. Jadi Judicial Review penting dilakukan,” tandasnya.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Usai Di-reshuffle, Kasus Hukum Budi Arie dan Dito Tetap Harus Diproses!
Hadapi Gugatan Rp125 Triliun, Gibran Tunjuk 3 Pengacara
Gibran Dikeroyok Gugatan Rp125 Triliun, Tunjuk 3 Pengacara Top Hadapi Sidang, Auto Win?
Dokter Tifa Kembali Beraksi! Desak Prabowo Ungkap Fufufafa, Singgung Pasal Pemakzulan di UUD 1945