Jakarta Is Coming, Teror Kode di Dinding Jalanan Chile Jelang Kudeta Berdarah

- Kamis, 11 September 2025 | 13:35 WIB
Jakarta Is Coming, Teror Kode di Dinding Jalanan Chile Jelang Kudeta Berdarah

Namun, langkah-langkah ini mengancam kepentingan elite lokal dan korporasi multinasional Amerika yang telah lama mengeruk kekayaan Chile.


Di Washington, pemerintahan Nixon melihat Allende sebagai "virus" yang bisa menyebar.


P


Operasi rahasia untuk "membuat ekonomi Chile menjerit" pun dijalankan oleh CIA.


Di tengah tekanan ekonomi dan sabotase politik itulah, grafiti "Jakarta is coming" mulai menghantui jalanan.


Bevins mencatat dalam bukunya, ini adalah perang psikologis yang disengaja.


Pesan itu adalah penanda bahwa model pemusnahan tanpa ampun yang terjadi di Indonesia akan segera diekspor ke Chile.


Ancaman itu, yang awalnya hanya coretan di dinding, perlahan menjadi kenyataan yang membayangi.


Saat Jakarta Benar-benar Tiba


Pagi hari tanggal 11 September 1973, Jenderal Augusto Pinochet, panglima angkatan bersenjata yang diangkat Allende, melancarkan kudetanya.


Jet-jet tempur Hawker Hunter meraung di atas langit Santiago, mengebom Istana Kepresidenan La Moneda.


Allende, dengan senapan AK-47 pemberian Fidel Castro di tangannya, menolak untuk menyerah.


Dalam siaran radio terakhirnya yang legendaris, dengan suara ledakan terdengar di latar, ia berkata, 


"Saya tidak akan mengundurkan diri... Saya akan membayar kesetiaan rakyat dengan nyawa saya."


Ia menepati janjinya. Kudeta itu membuka gerbang neraka. Stadion Nasional Santiago diubah menjadi kamp konsentrasi dan ruang penyiksaan.


Selama 17 tahun berikutnya, rezim Pinochet membunuh ribuan orang, menyiksa puluhan ribu, dan memaksa ratusan ribu lainnya mengasingkan diri.


Metode Jakarta telah tiba, dengan segala kebrutalannya. Seperti yang diungkapkan Bevins, pendekatan bumi hangus ini diekspor ke seluruh dunia.


Kisah ini adalah pengingat yang pedih bahwa sejarah tidak terjadi dalam ruang hampa.


Tragedi di satu negara dapat menjadi senjata di negara lain.


Bevins menyimpulkan dengan getir siapa pecundang sesungguhnya dalam pertarungan ideologi abad ke-20: "para pecundang utama abad kedua puluh adalah mereka yang terlalu tulus percaya pada keberadaan tatanan internasional yang liberal, mereka yang terlalu percaya pada demokrasi, atau terlalu percaya pada apa yang Amerika Serikat katakan didukungnya, daripada apa yang sebenarnya didukungnya... Kelompok itu dimusnahkan."


Bagi kita hari ini, gema "Jakarta" di dinding Santiago lebih dari sekadar catatan kaki sejarah.


Ini adalah pelajaran tentang bagaimana narasi dibentuk oleh pemenang, dan bagaimana kebenaran yang mengerikan sering kali terkubur dalam-dalam.


Seorang aktivis Indonesia yang selamat dari tragedi 1965 memberikan jawaban paling ringkas dan menyakitkan kepada Bevins saat ditanya bagaimana Barat memenangkan Perang Dingin: "Kalian membunuh kami."



Sumber: Suara

Halaman:

Komentar