Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, menegaskan tekanan terhadap media masih berlangsung, terutama saat pemerintah disorot. "Praktik intimidasi, penghalangan liputan, hingga pelabelan berita negatif menunjukkan pengontrolan narasi untuk citra pemerintah," terang Nany dalam siaran pers, Minggu, 21 Desember 2025.
Ia menambahkan, pernyataan KSAD dan Seskab berpotensi memperparah praktik swasensor di ruang redaksi, sebuah kecenderungan yang menurut AJI sudah menguat. Media bisa takut menyampaikan kritik atau menarik laporan kritis, sehingga masyarakat tidak dapat gambaran utuh situasi lapangan.
AJI tengah melakukan studi yang menunjukkan peningkatan swasensor di media nasional. "Jika represi terselubung ini berlanjut, kebebasan pers di Indonesia bakal menghadapi tantangan serius, bahkan kembali ke praktik otoritarianisme," imbuhnya.
Desakan AJI Indonesia untuk Lindungi Kebebasan Pers
AJI menegaskan pentingnya Undang-Undang Pers sebagai fondasi kebebasan jurnalistik. Regulasi tersebut menegaskan fungsi pers sebagai penyampai informasi, kontrol sosial, dan sarana pendidikan publik, termasuk dalam situasi darurat.
Sebagai respons, AJI mendesak KSAD dan Seskab untuk menarik kembali pernyataan mereka dan meminta maaf kepada publik. "Kami juga mendesak pemerintah memberi akses seluas-luasnya dan pelindungan keamanan bagi jurnalis yang meliput di wilayah bencana Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat," tambah Nany.
Selain itu, AJI mendorong Dewan Pers mengambil sikap tegas melindungi jurnalis dari ancaman dan intimidasi. Para pemimpin redaksi juga diingatkan agar tetap menjaga independensi ruang redaksi dan berpihak pada kepentingan publik.
Artikel Terkait
Pernikahan Viral Alifah Luwu & Malik Jok Sudan: Kisah Cinta Lintas Benua yang Ramai Dibahas Netizen
Waspada! 15 Aplikasi Pinjol Palsu di Play Store Curi Data dan Uang, Ini Daftarnya
Dugaan Pelecehan Seksual di Perguruan Silat Jambi: 7 Korban, Modus Isi Ilmu, 2 Pelaku Ditahan
Video Viral CCTV Diduga Aura Kasih dan Ridwan Kamil di Hotel: Fakta dan Klarifikasi Lengkap