“Serangan yang terencana dan berkesinambungan pada institusi-institusi yang tugasnya justru mengawasi tindakannya, dalam rangka mandat demokratiknya yaitu ditandai dengan pelemahan DPR, pelemahan masyarakat sipil, pembunuhan KPK dan pelemahan MK. Semua dilakukan dalam koridor hukum, melalui pembentukan peraturan perundangan dan penegakan hukum. Tujuan akhirnya dengan kontrol yang lemah, demokrasi dapat diselewengkan,” tegasnya.
Bivitri melihat dari perspektif hukum bahwa pada masa pemerintahan Jokowi, dirusaknya lembaga-lembaga pengontrol pemerintahan.
“Demokrasi dikelola dengan pagar negara hukum, yaitu pembatasan kekuasaan dan hak asasi manusia. Tidak asal ‘suara terbanyak’. Tetapi ada tuntutan prinsip pembatasan kekuasaan dalam menjaga hak asasi warga negara,” katanya.
Menyinggung kemunduran demokrasi Hendri Budi Satrio mengingatkan “Muncul pertanyaan besar, siapa simbol yang bisa mengalahkan Jokowi saat ini? Tidak ada jawaban pasti dari pertanyaan tersebut, singkatnya adalah kembalinya demokrasi Indonesia kembali ke titik nol, dengan tujuan dapat membangun society yang baru. Tetapi dengan biaya yang dikeluarkan akan sangat besar,” tegasnya.
Baca Juga: Universitas Paramadina dan Bawaslu Bahas Soal Pemilu yang Sehat dan Damai
“Ide yang sangat ekstrim ini untuk bisa menarik garis jelas adalah penguasa yang ingin terus berkuasa dibalik kata demokrasi, mudah-mudahan dapat terjalinnya komunikasi kubu 01 dan 03 dengan tujuan tidak berlanjutnya politik dinasti dari rezim Jokowi,” ujar Hendri.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: era-pos.com
Artikel Terkait
Bobibos Biofuel RON 98 dari Jonggol: Solusi BBM Murah Rp 4 Ribu Setara Pertamax Turbo
ESDM Ingatkan Aturan BBM ke Bobibos: Ekspansi SPBU Harus Penuhi Uji Kelayakan
Rahmah El Yunusiyyah: Pendiri Pesantren Putri Pertama di Asia Tenggara, Kini Pahlawan Nasional
Cara Menulis Artikel SEO yang Optimal: Panduan Lengkap untuk Pemula