Ironi ini semakin menyakitkan ketika masyarakat sekitar, terutama nelayan tradisional, kehilangan akses ke laut yang menjadi sumber penghidupan mereka.
Ketimpangan yang Mengakar
Kasus pagar laut PIK2 bukanlah insiden tunggal, melainkan bagian dari pola yang lebih besar.
Dari reklamasi Teluk Jakarta hingga proyek serupa di berbagai wilayah Indonesia, kita melihat bagaimana pembangunan sering kali hanya menguntungkan pemodal besar sambil mengorbankan masyarakat kecil.
Di sinilah kritik Cak Nun menemukan relevansinya: ada sistem yang memungkinkan kolaborasi antara “Firaun,” “Haman,” dan “Qarun” untuk terus berjalan tanpa mempertimbangkan keadilan sosial.
Pelajaran dari Kritik Cak Nun
Cak Nun selalu menekankan pentingnya keadilan dan keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat. Beliau sering mengingatkan bahwa pembangunan tidak boleh hanya menjadi alat untuk memperkaya segelintir orang, tetapi harus memperhatikan hak-hak rakyat kecil.
Dalam konteks pagar laut PIK2, kita diingatkan bahwa pagar laut bukan hanya tentang tembok fisik, tetapi juga simbol dari bagaimana manusia modern telah kehilangan nilai-nilai luhur dalam memperlakukan alam dan sesamanya.
Jika beliau menyaksikan kasus ini, mungkin Cak Nun akan berkata bahwa tindakan seperti ini adalah cerminan dari sistem yang sudah terlalu jauh melampaui batas dan harus dihantikan.
Kita butuh suara-suara kritis seperti beliau untuk terus mengingatkan pentingnya menjaga harmoni antara pembangunan, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan.
Apa yang Harus Dilakukan?
Kasus pagar laut PIK2 adalah pengingat bahwa kita perlu lebih kritis terhadap pola pembangunan yang merugikan masyarakat luas.
Perlu ada penguatan regulasi yang melindungi ruang publik, keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan komitmen untuk menjaga keberlanjutan lingkungan.
Lebih dari itu, kita perlu kembali kepada prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan yang sering disuarakan oleh tokoh-tokoh seperti Cak Nun.
Pembangunan harus berpihak pada kepentingan rakyat, bukan hanya pada modal besar.
Hanya dengan demikian, kita bisa memastikan bahwa laut, dan sumber daya lainnya, tetap menjadi milik bersama untuk generasi mendatang.
(Teriring doa-doa terbaik untuk kesembuhan Cak Nun yang terus kami rindukan untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan di tengah realitas yang semakin kompleks ini). ***
Artikel Terkait
Bripda G Polda Sumut Penganiaya Pengendara Motor Didiagnosis Skizofrenia, Ini Faktanya
BGN Tak Hentikan 41 Dapur MBG Milik Putri Wagub DPRD Sulsel, Ini Kata Pejabat
Gibran Dapat Tugas Khusus Prabowo di KTT G20 2025: Ini Misi Diplomatiknya
Fakta Mengejutkan Hubungan Terlarang AKBP B dengan Dosen Untag Semarang, Satu KK Sejak 2020