Hingar-Bingar Gibran di Senayan: Siapa Yang Mau Menjaga Tahta Jika Prabowo Tiada?

- Kamis, 05 Juni 2025 | 03:35 WIB
Hingar-Bingar Gibran di Senayan: Siapa Yang Mau Menjaga Tahta Jika Prabowo Tiada?


Hingar-Bingar Gibran di Senayan: 'Siapa Yang Mau Menjaga Tahta Jika Prabowo Tiada?'


Oleh: Ali Syarief

Akademisi


Gedung Nusantara III kembali ramai oleh suara yang bukan berasal dari teriakan demonstran. 


Kali ini, suara gugatan datang dari dalam: Forum Purnawirawan TNI menggugat keabsahan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI terpilih. 


Bukan hanya karena putusan Mahkamah Konstitusi yang cacat etika, tetapi karena sebuah ketakutan yang tak bisa diucapkan terang-terangan: “Apa jadinya jika Prabowo mangkat?”


Di ruang-ruang fraksi, para politisi sibuk berhitung. Di lorong-lorong senyap, para staf memeriksa konstitusi. 


Di ruang media, isu meledak ke mana-mana: soal ijazah, soal kompetensi, soal siapa yang sebenarnya akan memimpin negeri ini jika skenario terburuk terjadi.


Hingar-bingar itu semakin nyaring setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR menerima usulan untuk memplenokan gugatan para purnawirawan. 


Mereka bukan tokoh sembarangan. Ada mantan kepala staf, eks pangdam, dan sederet jenderal bintang tiga yang pernah berdiri gagah di perbatasan. 


Kini mereka duduk bersuara, mengingatkan bahaya permainan konstitusi yang ditabrak demi anak seorang presiden.


Tapi DPR bukan panggung moral. Ia arena politik. Dan setiap partai kini memeriksa arah angin.


Gerindra, tentu saja, berdiri tegak di belakang Gibran. Partai ini adalah rumah Prabowo, dan karena Gibran adalah wakilnya, maka menjaganya adalah harga mati. Golkar, dengan pragmatisme tuanya, tak menunjukkan tanda-tanda akan melawan. 


Bahkan beberapa elite partai beringin disebut tengah mengincar posisi strategis di kabinet baru, dan mempertanyakan Gibran berarti mempertaruhkan tiket kekuasaan.


PAN dan Demokrat, dua partai yang sempat canggung soal pencalonan Gibran, kini ikut dalam barisan koalisi. Manuver politik mereka sudah menyatu dalam kalkulasi jabatan. 


Sementara itu, PKB tampak lebih sibuk mengatur kompromi internal: antara kedekatan dengan NU dan janji-janji kursi menteri dari istana.


Di seberang itu, PDIP bersuara keras—tapi tak serempak. Beberapa kader masih menyimpan luka pasca Pilpres. 


Sebagian ingin Gibran dilucuti, sebagian memilih diam, menunggu arah Megawati. 


PKS menunjukkan kekhawatiran tapi terjebak dalam keheningan taktis. Sedangkan NasDem masih menjaga dua kaki: satu di dalam kekuasaan, satu di luar pagar istana.


Forum Purnawirawan tak hanya bicara soal keabsahan putusan Mahkamah Konstitusi yang penuh konflik kepentingan. 


Mereka bicara tentang kompetensi—kata yang seolah dilarang diucapkan sejak Gibran ditetapkan sebagai cawapres.


Apa yang sudah Gibran capai sebagai pemimpin? Dua tahun menjadi wali kota, beberapa proyek estetika, dan tentu saja rekam jejak digital yang penuh diam dan gaya singkat. 


Tak ada pengalaman nasional, tak ada rekam krisis, apalagi latar belakang keamanan dan diplomasi.


Pertanyaannya bukan lagi tentang “kenapa dia bisa jadi cawapres?”, tapi “apa yang terjadi jika dia jadi presiden?”


Tak sedikit yang berani menyebutnya: Indonesia sedang membuka kemungkinan dipimpin oleh seseorang yang belum cukup matang, belum cukup ditempa, dan belum cukup diuji—semua demi memenuhi ambisi politik seorang ayah yang tak lagi menjabat tapi belum mau berhenti mengatur.


Rapat pleno di DPR dalam beberapa hari ke depan bisa jadi panggung paling penting dalam sejarah demokrasi pasca-Reformasi. 


Bukan karena akan ada putusan yang menggulingkan, tetapi karena semua topeng akan jatuh: siapa yang setia pada prinsip, siapa yang pasrah pada kekuasaan.


Dan ketika pintu kompromi dibuka lebar, publik akan melihat dengan mata telanjang: bahwa bukan hanya Mahkamah Konstitusi yang bisa dikendalikan. DPR pun bisa dijinakkan. 


Dan Gibran, sang pangeran politik, akan tetap duduk tenang di sisi Prabowo—menunggu waktu, menunggu nasib, menunggu kemungkinan yang tak diinginkan tapi tetap mungkin terjadi: menjadi presiden sebelum waktunya. ***


Sumber: FusilatNews

Komentar