Perang Iran-Israel Gunakan Teknologi Canggih, Gus Islah: Kita Masih Sibuk Latihan Memanah

- Sabtu, 21 Juni 2025 | 23:15 WIB
Perang Iran-Israel Gunakan Teknologi Canggih, Gus Islah: Kita Masih Sibuk Latihan Memanah


Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Islah Bahrawi menyoroti konflik militer antara Iran dan Israel yang telah berlangsung selama beberapa hari terakhir.

Pegiat sosial yang akrab disapa Gus Islah itu mengajak publik Indonesia untuk berkaca dari kecanggihan teknologi persenjataan kedua negara Timur Tengah itu.

Melalui unggahan terbarunya di platform X, Islah menggarisbawahi betapa majunya sistem pertahanan dan serangan Iran dan Israel.

Padahal, negara-negara Barat seperti Eropa dan Amerika Serikat memiliki posisi geopolitik berbeda terhadap keduanya.

"Dari perang Iran-Israel ini kita bisa melihat pergeseran politik global. Gara-gara arogansi Trump, dukungan Eropa kepada Israel jadi menurun," ujarnya, dikutip pada Sabtu, 21 Juni 2025.
"Dan yang lebih menarik lagi, mutakhirnya persenjataan Iran justru tidak terdeteksi setelah diembargo Eropa dan PBB belasan tahun," lanjut Islah.

Menurutnya, kemampuan Iran untuk meluncurkan rudal balistik jarak jauh yang bisa mencapai Tel Aviv dalam waktu 15 menit menunjukkan revolusi besar dalam teknologi militer.

Hal ini diperkuat dengan penggunaan sistem pertahanan udara mutakhir, penggabungan antara sistem tak berawak (intelligent unmanned systems), serta kerja intelijen manusia yang sangat terorganisir.

"Perang jarak jauh membuat kecanggihan dan akurasi teknologi jadi penting," tegasnya.

Islah pun mempertanyakan kesiapan Indonesia dalam menghadapi potensi ancaman serupa.

Menurutnya, perang antarnegara tidak harus terjadi antara negara yang berbatasan langsung.

"Apakah sejumlah NASAMS yang kita punya bisa melindungi 5 juta kilometer wilayah Indonesia?" sindirnya.

Dia juga mempertanyakan kesiapan personel militer Indonesia dalam menghadapi era "Digital Warfare" atau perang siber.


Ilustrasi Perang Iran vs Israel. Dalam kondisi geopolitik yang memanas di sejumlah negara, emas meniadi aset primadona masyarakat. [Tangkapan layar X]

Istilah tersebut merujuk pada serangan digital dan tindakan ofensif melalui jaringan komputer dan sistem informasi untuk mencapai tujuan politik, militer, atau keamanan nasional.

Ini melibatkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dengan tujuan mengganggu, bahkan merusak sistem komputer dan jaringan negara lain untuk mencuri informasi rahasia.

"Geopolitik global hari ini dalam situasi rawan dan rentan. Indonesia harus siap dengan segala perkembangan dan kemungkinan," kata Gus Islah.

"Iran saja sudah punya ribuan rudal hipersonik, mosok sebagian masyarakat kita masih sibuk latihan memanah?" tutupnya.

Pemerintah sebenarnya telah melakukan berbagai langkah modernisasi alutsista dalam beberapa tahun terakhir.

Di antaranya adalah pembelian 42 unit jet tempur Dassault Rafale dari Prancis dan proses pengadaan F-15 dari Amerika Serikat.

Rafale dan F-15 dikenal sebagai jet tempur generasi 4.5 dengan kemampuan serangan multi-peran.

Selain itu, Indonesia juga mengakuisisi pesawat angkut berat C-130J Super Hercules yang kini memperkuat Skadron Udara 31 di Lanud Halim Perdanakusuma.

Untuk sektor laut, dua kapal selam Scorpene dari Prancis telah masuk daftar pembelian, sebagai bagian dari upaya memperkuat kekuatan bawah laut.

Modernisasi alutsista juga menyentuh sektor teknologi pengawasan dan pengintaian.

Indonesia tengah mengembangkan man portable surveillance radar (MPSR) serta kemampuan produksi drone taktis secara mandiri.

Meski terdengar meyakinkan, kritik Gus Islah terhadap kesiapan sumber daya manusia (SDM) juga tak kalah penting.

Secara peringkat militer, Indonesia sebenarnya tidak bisa dianggap remeh.

Menurut Global Fire Power Index 2025, Indonesia menempati peringkat ke-13 dunia dari 145 negara, bahkan melampaui kekuatan militer Israel dan Jerman.

Sedangkan di tingkat regional ASEAN, Indonesia adalah yang terkuat secara kuantitatif alias menang jumlah.

Namun, perlu dicatat, peringkat tersebut lebih menitikberatkan pada jumlah alutsista dan personel militer ketimbang kualitas atau kesiapan tempur.

Dengan kata lain, keunggulan di atas kertas belum tentu mencerminkan kesiapan lapangan dalam menghadapi perang modern.

Sumber: suara
Foto: Islah Bahrawi menyoroti konflik militer antara Iran dan Israel/Net

Komentar