Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Islah Bahrawi menyoroti konflik militer antara
Iran dan Israel yang telah berlangsung selama beberapa hari terakhir.
Pegiat sosial yang akrab disapa Gus Islah itu mengajak publik Indonesia
untuk berkaca dari kecanggihan teknologi persenjataan kedua negara Timur
Tengah itu.
Melalui unggahan terbarunya di platform X, Islah menggarisbawahi betapa
majunya sistem pertahanan dan serangan Iran dan Israel.
Padahal, negara-negara Barat seperti Eropa dan Amerika Serikat memiliki
posisi geopolitik berbeda terhadap keduanya.
"Dari perang Iran-Israel ini kita bisa melihat pergeseran politik global.
Gara-gara arogansi Trump, dukungan Eropa kepada Israel jadi menurun,"
ujarnya, dikutip pada Sabtu, 21 Juni 2025.
Dari perang Iran-Israel ini kita bisa melihat pergeseran politik global. Gara-gara arogansi Trump, dukungan Eropa kepada Israel jadi menurun. Dan yang lebih menarik lagi, mutakhirnya persenjataan Iran justeru tidak terdeteksi setelah diembargo Eropa dan PBB belasan tahun. Sebuah…
— Islah Bahrawi (@islah_bahrawi) June 21, 2025
"Dan yang lebih menarik lagi, mutakhirnya persenjataan Iran justru tidak
terdeteksi setelah diembargo Eropa dan PBB belasan tahun," lanjut Islah.
Menurutnya, kemampuan Iran untuk meluncurkan rudal balistik jarak jauh yang
bisa mencapai Tel Aviv dalam waktu 15 menit menunjukkan revolusi besar dalam
teknologi militer.
Hal ini diperkuat dengan penggunaan sistem pertahanan udara mutakhir,
penggabungan antara sistem tak berawak (intelligent unmanned systems), serta
kerja intelijen manusia yang sangat terorganisir.
"Perang jarak jauh membuat kecanggihan dan akurasi teknologi jadi penting,"
tegasnya.
Islah pun mempertanyakan kesiapan Indonesia dalam menghadapi potensi ancaman
serupa.
Menurutnya, perang antarnegara tidak harus terjadi antara negara yang
berbatasan langsung.
"Apakah sejumlah NASAMS yang kita punya bisa melindungi 5 juta kilometer
wilayah Indonesia?" sindirnya.
Dia juga mempertanyakan kesiapan personel militer Indonesia dalam menghadapi
era "Digital Warfare" atau perang siber.
Ilustrasi Perang Iran vs Israel. Dalam kondisi geopolitik yang memanas di
sejumlah negara, emas meniadi aset primadona masyarakat. [Tangkapan layar X]
Istilah tersebut merujuk pada serangan digital dan tindakan ofensif melalui
jaringan komputer dan sistem informasi untuk mencapai tujuan politik,
militer, atau keamanan nasional.
Ini melibatkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dengan tujuan
mengganggu, bahkan merusak sistem komputer dan jaringan negara lain untuk
mencuri informasi rahasia.
"Geopolitik global hari ini dalam situasi rawan dan rentan. Indonesia harus
siap dengan segala perkembangan dan kemungkinan," kata Gus Islah.
"Iran saja sudah punya ribuan rudal hipersonik, mosok sebagian masyarakat
kita masih sibuk latihan memanah?" tutupnya.
Pemerintah sebenarnya telah melakukan berbagai langkah modernisasi alutsista
dalam beberapa tahun terakhir.
Di antaranya adalah pembelian 42 unit jet tempur Dassault Rafale dari
Prancis dan proses pengadaan F-15 dari Amerika Serikat.
Rafale dan F-15 dikenal sebagai jet tempur generasi 4.5 dengan kemampuan
serangan multi-peran.
Selain itu, Indonesia juga mengakuisisi pesawat angkut berat C-130J Super
Hercules yang kini memperkuat Skadron Udara 31 di Lanud Halim Perdanakusuma.
Untuk sektor laut, dua kapal selam Scorpene dari Prancis telah masuk daftar
pembelian, sebagai bagian dari upaya memperkuat kekuatan bawah laut.
Modernisasi alutsista juga menyentuh sektor teknologi pengawasan dan
pengintaian.
Indonesia tengah mengembangkan man portable surveillance radar (MPSR) serta
kemampuan produksi drone taktis secara mandiri.
Meski terdengar meyakinkan, kritik Gus Islah terhadap kesiapan sumber daya
manusia (SDM) juga tak kalah penting.
Secara peringkat militer, Indonesia sebenarnya tidak bisa dianggap remeh.
Menurut Global Fire Power Index 2025, Indonesia menempati peringkat ke-13
dunia dari 145 negara, bahkan melampaui kekuatan militer Israel dan Jerman.
Sedangkan di tingkat regional ASEAN, Indonesia adalah yang terkuat secara
kuantitatif alias menang jumlah.
Namun, perlu dicatat, peringkat tersebut lebih menitikberatkan pada jumlah
alutsista dan personel militer ketimbang kualitas atau kesiapan tempur.
Dengan kata lain, keunggulan di atas kertas belum tentu mencerminkan
kesiapan lapangan dalam menghadapi perang modern.
Sumber:
suara
Foto: Islah Bahrawi menyoroti konflik militer antara Iran dan Israel/Net
Artikel Terkait
Aktivis HAM Ita Fatia Ngaku Diancam Dimatiin Usai Sebut Fadli Zon Bohongi Publik
Tafsir Surat Az Zumar Ayat 60: Orang-Orang yang Wajahnya Menghitam karena Berdusta kepada Allah
Skandal Haji Terbongkar, KPK Usut Korupsi Kuota Haji di Kemenag Era Gus Yaqut
Breaking News! AS Bombardir Situs-Situs Nuklir Utama Iran di Fordo