Baginya, tiap rupiah dari anggaran negara harus lewat pembahasan dengan DPR (Legislative Deliberation).
Berdasarkan asumsi yang disepakati komisi DPR RI dalam pembahasan alokasi kementerian dan lembaga secara detail.
Kemudian dirumuskan Badan Anggaran untuk disetujui DPR dalam sidang paripurna.
"Baru setelahh melewati proses legislasi seperti ini anggaran negara tersebut bisa dialokasikan untuk dilaksanakan di sektor-sektor oleh kementerian lembaga dan di daerah oleh pemda. Inilahh proses yang sah dari program pemerintah yang melibatkan alokasi anggaran negara. Tidak bisa lewat keputusan menteri atau SK gubernur," jelasnya.
Karenanya, ia mengatakan Pelaksanaan Anggaran & Pengelolaan Kas dijalankan oleh Kementerian Keuangan, baik penerimaan, belanja maupun utang.
Menurut Didik, semua pengelolaan tersebut harus berdasarkan dan diatur oleh undang-undang.
Pengeluaran dana Rp 200 triliun juga dianggap berpotensi melanggar UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, seperti terlihat pada pasal 22, ayat 4, 8 dan 9.
Didik menjelaskan, Pasal 22 UU No. 1/2004 ayat (4) berbunyi, untuk kepentingan operasional (penerimaan negara dan APBN), Bendahara umum Negara dapat membuka rekening penerimaan (pajak dan PNBP) dan rekening pengeluaran (operasional APBN) di bank umum.
Kemudian pada ayat (8), rekening pengeluaran diisi dana dari RKUN (Rekening Umum Kas Negara) di Bank Sentral.
Sementara di ayat (9) dalam UU yang sama, disebutkan jumlah dana yang disediakan di Rekening Umum Kas Negara pengeluaran (ayat 8) disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah yang sudah ditetapkan di APBN.
"Pengeluaran anggaran negara untuk program-program yang tidak ditetapkan oleh APBN jelas melanggar Ayat 9. Ayat ini sangat jelas membatasi jumlah dan tujuan penempatan sebatas pada operasional pengeluaran sesuai rencana pemerintah yang sudah di tetapkan dalam APBN, bukan untuk program-program yang seingat di kepala lalu dijalankan," tegas Didik.
Didik menambahkan, tujuan dan jumlah penempatan dana pemerintah di bank umum hanya untuk kepentingan operasional pengeluaran APBN yang jumlah dan penggunaannya sudah ditetapkan DPR.
"Bukan untuk disalurkan oleh bank ke industri melalui skema kredit umum yang lepas dari pembiayaan APBN. Meskipun tujuannya baik, penempatan anggaran publik (dana pemerintah) di perbankan melenceng dari amanah Pasal 22 khususnya ayat 8 dan 9 UU No. 1/2004 tersebut," terang Didik.
"Pada ayat 4, Undang-Undang ini membolehkan Menteri Keuangan membuka rekening (penerimaan dan pengeluaran) di bank umum. Tetapi rekening tersebut terbatas pada kepentingan operasional APBN, bukan untuk melaksanakan program yang tidak ditetapkan APBN. Penempatan dana Rp 200 triliun rupiah dari anggaran negara secara spontan tersebut juga melanggar Pasal 22 ayat 4 UU 1/2004 tersebut," tambahnya.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
Analis Bongkar Fakta: Prabowo Tak Terkait Isu Ijazah Jokowi & Proyek Whoosh
Jadwal SIM Keliling Bandung Hari Ini 2025: Lokasi, Biaya & Syarat Terbaru
Kontroversi Rumah Pensiun Jokowi Rp 200 Miliar: Fakta Lokasi & Tuntutan Audit
Whoosh ke Surabaya vs Garuda: Mana Prioritas yang Lebih Strategis?