Jadi Sorotan! Prasasti Siloam dan Balas Pantun Erdogan-Netanyahu

- Minggu, 21 September 2025 | 06:45 WIB
Jadi Sorotan! Prasasti Siloam dan Balas Pantun Erdogan-Netanyahu

PARADAPOS.COM - Media internasional dan kanal media sosial beberapa hari terakhir sejak 17-20 September diramaikan kontroversi perang kata diplomasi antara PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Turkiye Recep T Erdogan.


Ceritanya begini, 'Jalur Ziarah' (Pilgrimage Road) di Silwan, Al-Quds Timur, diresmikan pada 15 September 2025 -persis hari penutupan KTT Doha- dalam upacara yang dipimpin langsung oleh Netanyahu. 


Acara peresmian tersebut juga dihadiri oleh tokoh-tokoh internasional, termasuk Sekretaris Negara/Menlu AS Marco Rubio dan Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, dua tokoh garis keras pro zionis di AS.


Dalam pidatonya saat peresmian, Netanyahu menyinggung upaya yang pernah dilakukannya pada tahun 1998 kepada PM Turki Mesut Yılmaz agar Prasasti Siloam dikembalikan. 


Dia menyebut bahwa Yılmaz menolak karena, menurut Netanyahu, ada kekhawatiran dari “pemilih Islam” di Istanbul yang ketika itu dipimpin oleh Walikota Recep Tayyip Erdoğan. 


Entah kemasukan angin apa, Netanyahu tetiba tantrum sambil ngamuk dia bilang, “This is our city. Mr. Erdoğan, this is not your city … It will always be our city. It will not be divided again.”


Respon Erdoğan datang tidak lama setelah itu, dalam sebuah pidato pada 17 September 2025, saat acara peletakan batu pertama kompleks Kementerian Luar Negeri Turkiye di Ankara. 


Ia menyatakan bahwa artefak itu milik Turki dan mengulangi bahwa Al-Quds Timur adalah hak rakyat Palestina. 


Di depan massa yang menyemut saat pidato di ajang TeknoFest 2025, Erdogan kembali menegaskan, "Anda (Netanyahu) tidak akan pernah mendapatkan Prasasti Siloam, bahkan satu kerikil pun bagian dari Al-Quds!". 


Perebutan legitimasi atas Kota Al-Quds tidak hanya berlangsung di ranah militer, diplomasi, maupun hukum internasional, tetapi juga pada aras simbolik berupa artefak arkeologis dan narasi sejarah. 


Peresmian proyek Jalan Ziarah oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Silwan, Al-Quds Timur, menjadi contoh paling mutakhir. 


Proyek ini diklaim sebagai jalur kuno menuju Bait Suci berdasarkan rujukan teks Alkitab, sehingga seolah-olah mengafirmasi klaim historis Israel atas kota tersebut.


Dalam konteks itu, isu Prasasti Siloam kembali mencuat. Artefak kuno yang ditemukan pada 1880 di terowongan air Raja Hizkia ini dianggap bukti sejarah kehadiran Yahudi di Yerusalem kuno. 


Namun, artefak tersebut kini tersimpan di Museum Arkeologi Istanbul karena ditemukan di masa Kekhalifahan Ottoman


Pemerintah Turki secara konsisten menolak permintaan Israel untuk “mengembalikannya” sejak hampir tiga dekade lalu.


Data Historis Prasasti Siloam


Prasasti Siloam ditemukan secara tidak sengaja tahun 1880 dalam terowongan air (Hezekiah’s Tunnel) di Yerusalem, oleh seorang murid Conrad Schick yang tersandung batu dan jatuh ke air.


Prasasti ditulis dalam bahasa Ibrani kuno dengan aksara Paleo-Hebrew


Isinya menggambarkan proyek penggalian air untuk membawa air dari sumber Gihon ke kolam Siloam, kira-kira 2.700 tahun lalu, di masa Raja Hizkia


Terowongan digali dari dua ujung yang kemudian bertemu di tengah. 


Berdasarkan penanggalan radiokarbon (C-14) dan analisis material bangunan serta sisa plester/plant material, penanggalan konstruksi sistem air Siloam berkisar sekitar 800 SM, atau abad ke-8 SM. 


Studi geologi dan epigrafi menunjukkan bahwa tunnel dan prasasti tersebut adalah satu sistem teknis dan simbolis yang terkait erat dengan kebutuhan air dan pertahanan Yerusalem dalam konteks ancaman bangsa Asyur.


Artefak sebagai Alat Politik


Artefak arkeologis dalam konteks konflik modern seringkali digunakan bukan sekadar objek penelitian akademis, melainkan sebagai instrumen 'politik identitas'. 


Israel berupaya memanfaatkan Prasasti Siloam untuk membangun narasi bahwa Al-Quds adalah “kota Yahudi abadi.” 


Upaya ini memperlihatkan bagaimana sejarah dimobilisasi untuk kepentingan kontemporer.


Namun, pendekatan demikian problematik. Kehadiran suatu komunitas dalam lintasan sejarah tidak otomatis memberikan hak kedaulatan politik di masa kini. 


Kehadiran Yahudi di Al-Quds ribuan tahun lalu memang merupakan fakta sejarah. 


Halaman:

Komentar