Potensi Anies Baswedan Reborn di Tengah Gejolak Politik

- Sabtu, 27 September 2025 | 06:20 WIB
Potensi Anies Baswedan Reborn di Tengah Gejolak Politik


'Potensi Anies Baswedan Reborn di Tengah Gejolak Politik'


Oleh: Tony Rosyid

Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa


“Jangan biarkan negara tanpa oposisi”, begitu nasehat orang bijak. Nasehat ini mengingatkan kita pada apa yang pernah diucapkan oleh Lord Acton: “Power tends to corrupt, obsolut power corrups absolutly”. 


Kekuasaan akan selalu dihadapkan pada godaan untuk menyimpang. Karena itu, perlu oposisi yang melakukan kontrol.


Siapa yang bertugas kontrol penguasa? Yang pasti bukan DPR. Mayoritas anggota DPR dalam posisi sebagai bagian dari partai koalisi. 


Yang terjadi, peran DPR dikendalikan oleh ketum partai. Ketum partai dikendalikan oleh presiden. Tidak mungkin orang yang dikendalikan akan mengontrol pengendalinya. 


Di sinilah sistem demokrasi berbasis pembagian otoritas ala trias politika Montesquieu tidak berjalan sebagaimana mestinya. 


Yang terjadi bukan pembagian kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) berdasarkan fungsi-fungsi utamanya, tapi justru pengendalikan eksekutif terhadap legislatif dan yudikatif. Presiden sebagai pihak yang mengontrol, bukan dikontrol.


Dalam sistem negara yang sehat, oposisi diperlukan. Ketika oposisi struktural tidak berfungsi, maka harus digantikan oleh oposisi di luar struktur. Siapa saat ini yang bisa ambil peran untuk menjadi oposisi non struktural?


Setelah kekuatan Jokowi meredup, tersisa kekuatan di polri yang hingga hari ini presiden masih belum berani mencopot kapolri, maka negara perlu tokoh oposisi di luar Jokowi.


Menyebut nama Jokowi sebagai tokoh oposisi memunculkan tiga pertanyaan. 


Pertama, Jokowi sudah pensiun, ngapain cawe-cawe dan jadi oposisi? Jawabnya singkat: Jokowi punya sejumlah generasi yang nasibnya ada di pundaknya.


Kedua, bukannya Gibran, putra Jokowi berada di dalam kekuasaan, kenapa Jokowi malah jadi oposisi? Betul ! Dalam formasi kekuasaan Prabowo, Gibran tidak diberi peran. 


Ketika wapres tidak berfungsi, maka konsentrasinya akan bergeser: bagaimana mengambil alih dan mengganti posisi presiden.


Ketiga, Jokowilah yang menjadikan Prabowo presiden, kenapa harus oposisi? 


Yang seringkali orang lupa bahwa politik itu dinamis. Semua bisa berubah seiring berubahnya situasi dan arah politik.


Prabowo beda arah politik dengan Jokowi. Prabowo ingin jadi presiden seutuhnya hingga dua periode. 


No intervensi. Tapi, Jokowi ingin mendapatkan bagian keuntungan dari saham yang ia tanam di pemilu 2024


Apa yang diinginkan Jokowi? Terlibat dalam kebijakan negara. Faktanya, untuk bertemu Prabowo saja, Jokowi kesulitan.


Di sisi lain, putra mahkota Jokowi masih muda, dan tentu “secara natural” disiapkan untuk menjadi presiden pengganti Prabowo. Tapi, persiapan ini punya kendala kendala serius. Dan kendala itu ada di istana.


Terdown-grade-nya Jokowi membuat relasi oposisionalnya melemah. Jokowi semakin terpinggirkan dengan sisa-sisa kekuatan yang terus digerus. Para punokawan Jokowi di kabinet satu persatu kena resuffle. Hengkang !


Halaman:

Komentar