PARADAPOS.COM - Polemik proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) atau Whoosh kembali mencuat. Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, menyoroti sisi gelap hubungan kontraktual Indonesia dengan China, terutama terkait transparansi kontrak dan beban utang yang mencapai Rp116 triliun.
Dalam video terbaru di kanal YouTube Mahfud MD Official, Jumat, 24 Oktober 2025, Mahfud menyatakan keheranannya karena hingga kini publik bahkan DPR tidak mengetahui isi kontrak proyek prestisius tersebut.
"Kita belum tahu jelas isi kontrak Indonesia dan China dalam proyek ini, bahkan dalam sebuah wawancara, seorang anggota DPR mengatakan tidak tahu isi kontraknya," ujar Mahfud. "Bisa dimaklumi kalau masih baru, belum terlibat tapi jadi pertanyaan apakah DPR menyimpan dokumen kontrak itu? Apakah dokumen kontrak tersebut bisa diakses oleh publik secara utuh?" imbuhnya.
Klausul Rahasia di Balik Utang Negara
Mahfud mengutip studi Deutsche Welle berjudul "China’s Secret Loans to Developing Nations" yang dipublikasikan pada 31 Maret 2021. Studi itu meneliti 142 perjanjian pinjaman antara bank-bank China dan 24 negara berkembang, yang sebagian besar memuat klausul rahasia.
"Pemberi pinjaman dalam hal ini bank-bank China mempengaruhi kebijakan ekonomi luar negeri negara-negara penerima pinjaman," katanya. "Dari 90 persen kontrak yang diteliti, ternyata berisi ketentuan bahwa China dapat mengakhiri kontrak dan menuntut pengembalian jika terjadi perubahan kebijakan atau perubahan hukum yang signifikan di negara-negara peminjam," jelasnya.
Mahfud juga menyoroti klausul lain yang memberi prioritas pembayaran kepada Bank China bila negara peminjam mengalami kebangkrutan atau restrukturisasi utang.
Risiko Diplomatik dan Ancaman Penyitaan Aset
Lebih jauh, Mahfud mengingatkan bahwa risiko wanprestasi bisa muncul bila hubungan diplomatik kedua negara memburuk.
"Jika terjadi pemutusan hubungan diplomatik, maka negara peminjam atau debitur dianggap wanprestasi," ucap Mahfud. "Dari dokumen kontrak yang diteliti itu, ada sebanyak 30 persen yang memuat ketentuan bahwa negara peminjam atau debitur wajib menyetor agunan di tempat khusus yang dipegang oleh China," paparnya.
Ia mencontohkan kasus Pelabuhan Hambantota di Sri Lanka yang akhirnya disita oleh China karena gagal bayar proyek pinjaman serupa.
Artikel Terkait
Sahur Pertama Melda Berakhir Air Mata: Anak Merengek Minta Ayam, Cuma Nasi dan Sambal yang Ada
Kontainer Cesium-137 Bocor: Penyebab Udang Indonesia Diblacklist Amerika Serikat
Purbaya Boyong Hacker LPS dari Rusia, Strategi Gaya KGB untuk Perkuat Coretax?
5.000 Ton Batu Giok Aceh Akan Dijadikan Material Pembangunan Masjid