Dalam keterangannya kepada wartawan, Arya – perwakilan mahasiswa menyampaikan bahwa kasus ini sangat membuat publik kaget sekaligus miris karena ada dugaan seorang Menteri yang melakukan perbuatan melawan hukum. Ia diduga menyalahgunakan wewenang serta mengangkangi aturan dengan menetapkan kebijakan kuota haji tanpa berkonsultasi dengan DPR RI.
“Padahal seperti kita ketahui bahwa setiap sen rupiah yang dikeluarkan oleh BPKH atas permintaan Kementerian Agama guna penyelenggaraan haji wajib atas persetujuan DPR dalam kapasitasnya sebagai pengawas eksternal BPKH dan Kementerian Agama,” kata Arya di depan gedung KPK, Rabu (31/7).
Namun, lanjut Arya, dengan adanya kebijakan pengalihan kuota tambahan yang dilakukan sepihak oleh Kemenag lewat Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 13 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan tanpa konsultasi dengan DPR RI otomatis membuat besaran BPIH yang bersumber dari nilai manfaat yang sudah ditetapkan dalam Keppres No. 6 Tahun 2024 tentang BPIH jadi berubah.
“KMA No. 13 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan 1445H/2024M melanggar asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori, yakni peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi,” paparnya.
KMA No. 13 Tahun 2024, kata Arya, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Keppres No. 6 Tahun 2024 tentang BPIH dan Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang sehingga dinilai cacat hukum.
Artikel Terkait
Kerangka Manusia Kwitang: Polda Metro Jaya Ambil Alih Penyidikan, Ini Update DNA Terbaru
Hutama Karya KSO Borong Proyek Jalan Papua Rp 4,8 Triliun, Target Rampung 2027
Zohran Mamdani Kuliah di Bowdoin College: Profil dan Pendidikan Calon Wali Kota New York
Kasus 2 Kerangka di Kwitang Diambil Alih Ditreskrimum, Polisi Tunggu Hasil DNA