Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat!

- Kamis, 27 Maret 2025 | 06:25 WIB
Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat!


Direktur Eksekutif Safenet Nenden Sekar Harum menilai berbagai tindakan tersebut sebagai upaya mempersempit ruang aspirasi publik di ranah digital.


"Serangan-serangan tersebut kami lihat sebagai salah satu bentuk represif terhadap ekspresi maupun aspirasi publik yang disampaikan secara aktif di ruang digital," kata Nenden.


Safenet juga menemukan adanya upaya stigmatisasi terhadap aktivis yang vokal menyurakan penolakan pengesahan RUU TNI. 


Upaya itu berupa video yang menarasikan penolak RUU TNI sebagai antek asing. Nenden menyebut upaya tersebut tergolong masif.


Beberapa video tersebut diunggah di akun-akun Instagram milik TNI seperti akun @kodim_1623_karangasem, @kodam.ix.udayana, dan @babinkum.tni


Ketiga akun ini kompak mengunggah video yang sama yang menarasikan sejumlah aktivis yang menggerebek rapat tertutup pembahasan RUU TNI oleh DPR dan pemerintah sebagai antek asing.


"Indonesia dalam bahaya. Antek asing bergerak. Mereka hidup dari uang asing. Mereka membela kepentingan asing. Mereka tak ingin TNI kuat. Tak ingin negara ini berdaulat. Mereka takut jika TNI dan rakyat bersatu," demikian penggalan narasi dalam video yang diunggah.


Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Safenet dalam beberapa tahun terakhir, serangan-serangan digital tersebut merupakan pola lama. 


Akan marak terjadi ketika masyarakat sipil menunjukkan sikap penolakan keras terhadap kebijakan kontroversial yang diambil pemerintah dan DPR.


"Misalnya pada aksi peringatan darurat di tahun lalu. Kemudian juga tolak Undang-Undang Cipta Kerja pada tahun 2020-2021, dan juga beberapa gerakan protes lainnya," ujar Nenden.


Dia menyebut berbagai serangan digital tersebut sangat membahayakan bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi. 


Cara-cara demikian dikhawatirkan membuat masyarakat takut menyampaikan kritik dan pendapatanya di ruang sipil.


Hentikan Tindakan Represif


Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid meminta aparat keamanan negara menghentikan tindakan represif terhadap demonstran yang menolak pengesahan RUU TNI. 


Ditegaskannya kekerasan tidak dapat dijadikan sebagai alat penghukuman kepada masyarakat yang menolak pengesahan RUU TNI.


"Kami menyesalkan sekali situasi yg berkembang hari-hari terakhir ini. Pengamanan yang semula kondusif justru berujung brutal. Dan fatalnya, ini bukan pertama kali," kata Usman.


Aparat keamanan negara seharusnya belajar dari peristiwa masa lalu. Kekerasan yang digunakan dapat merenggut hak asasi manusia, bahkan merenggut nyawa. Mahasiswa hingga jurnalis yang turun ke jalanan bukanlah pelaku kriminal.


"Mahasiswa ingin mengkritik kebijakan dan lembaga negara. Jurnalis menjalankan tugas. Tenaga medis juga demikian," tegas Usman.


Amnesty International Indonesia mendesak agar aparat yang menjadi pelaku kekerasan diusut secara pidana. 


Pembiaran dinilai hanya akan menjadi impunitas bagi aparat yang melanggar hak demokrasi masyarakat sipil. 


Hal tersebut ditekankan Usman bercermin dari tindakan represif aparat di berbagai aksi demonstrasi sebelumnya.


"Tahun lalu aparat keamanan juga terlibat dalam kekerasan ketika merespon unjuk rasa #PeringatanDarurat, dan hingga hari ini belum ada proses hukum yang tuntas terhadap para pelaku," tegasnya.


Usman juga meminta agar pengamanan aksi unjuk rasa dievaluasi agar tidak kembali memakan korban. 


Kekerasan dengan alat seperti peluru karet, gas air mata, kanon air, hingga tongkat pemukul tak perlu digunakan.


"Jika itu ternyata digunakan tanpa alasan, maka harus dipertanggungjawabkan," kata Usman.


Sumber: Suara

Halaman:

Komentar