PARADAPOS.COM - Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) menyatakan dukungan terhadap usulan sejumlah purnawirawan jenderal yang mendorong pencopotan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dalam pernyataan resminya, TPUA menilai Presiden Prabowo Subianto memiliki dasar hukum dan legitimasi politik yang kuat untuk mengambil langkah tersebut secara konstitusional.
“Presiden Prabowo sebagai mandataris MPR RI memiliki hak dan mekanisme yang sah untuk memberhentikan Wapres-nya, baik melalui jalur hukum maupun langkah politik yang sesuai asas legalitas dalam sistem konstitusi kita,” kata Damai Hari Lubis selaku Koordinator TPUA, dalam keterangannya yang diterima redaksi, Rabu (21/5/2025).
TPUA memaparkan sejumlah dasar hukum dan pertimbangan etis sebagai landasan pencopotan Gibran dari kursi wapres, antara lain:
1. Tap MPR RI No. 6 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, yang menjadi tolok ukur perilaku pejabat negara.
TPUA menyoroti sejumlah kontroversi terkait Gibran, termasuk kemunculannya dalam konten hiburan “Fufu Fafa” yang dinilai tidak mencerminkan etika kenegaraan, serta polemik mengenai ijazah setara SMA (D1) miliknya yang diragukan keabsahannya oleh sebagian publik.
2. Kekuatan politik Presiden Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, yang memiliki fraksi signifikan di DPR RI, memungkinkan penggalangan dukungan politik di parlemen untuk melaksanakan proses konstitusional.
3. Legal standing pribadi Prabowo sebagai Presiden RI dan pembela kepentingan hak asasi masyarakat Indonesia untuk memiliki figur Wakil Presiden yang dianggap mencerminkan nilai-nilai Pancasila secara utuh—beradab, berbudaya luhur, dan menjunjung etika kepemimpinan.
Meski demikian, TPUA mendorong agar Prabowo mengedepankan langkah musyawarah sebelum mengambil keputusan final.
Mereka menyarankan agar Gibran diberikan ruang untuk secara sukarela mengundurkan diri dengan alasan yang terhormat.
“Langkah ini akan menjaga stabilitas nasional serta tidak mencederai semangat kebersamaan dan kondusivitas bangsa,” ujar Azam Khan, Sekretaris Jenderal TPUA.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya kritik terhadap legitimasi politik dan etika kepemimpinan Gibran pasca-Pemilu 2024.
Sejumlah elemen masyarakat sipil, termasuk para purnawirawan jenderal, akademisi, hingga tokoh agama, mulai mengangkat wacana evaluasi terhadap keberadaan Gibran di posisi strategis kenegaraan tersebut.
Mungkinkah Pemakzulan Gibran Bergulir di DPR?
Tuntutan pemakzulkan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden terus menggelinding.
Setelah Forum Purnawirawan TNI, kini Aliansi Masyarakat Peduli Bangsa Magelang Raya (Ampera) yang menyampaikan tuntutan pemakzulkan Gibran .
Tuntutan tersebut disampaikan Ampera dalam aksi damai di Alun-alun Kota Magelang pada Jumat, 2 Mei 2025.
Wakil Ketua Panitia Aksi Ampera Priyo Waspodo mengatakan aksi damai yang mereka lakukan merupakan bentuk dukungan masyarakat Magelang terhadap tuntutan pemakzulan Gibran yang sebelumnya disampaikan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI.
"Kami merasa terwakili oleh beliau-beliau dalam delapan pernyataan sikap itu," kata Priyo saat dihubungi pada Sabtu, 3 Mei 2025.
Forum purnawirawan telah menyampaikan sikap politiknya kepada pemerintahan Prabowo Subianto.
Pernyataan sikap itu tertuang dalam delapan butir tuntutan forum yang salah satunya menuntut pemakzulan Gibran.
Mayor Jenderal (Purn) Sunarko yang membacakan pernyataan sikap mengatakan seluruh tuntutan yang disampaikan forum merupakan suara hati prajurit dan masyarakat sipil terhadap situasi dan kondisi negara saat ini.
"Semua tuntutan murni suara hati," kata Sunarko.
Ia menjelaskan, tuntutan memakzulkan Gibran dari jabatannya dilatari dari pelanggaran etika di Mahkamah Konstitusi, yang memberi karpet untuk mantan Wali Kota Solo itu menjadi calon wakil presiden.
Kala itu, kata Sunarko, usia Gibran yang tak memenuhi syarat pencalonan dibukakan jalan dengan cara mengajukan gugatan terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Proses penanganan perkara putusan Mahkamah Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu dianggap bermasalah secara etika lantaran adanya cawe-cawe Anwar Usman selaku Paman Gibran yang menjabat Ketua Mahkamah saat itu.
Dalam putusan tersebut, Anwar Usman mengabulkan penurunan syarat usia calon presiden-wakil presiden.
Putusan tersebut memuluskan jalan Gibran menjadi wakil presiden.
Artikel Terkait
DPR Desak Aturan Umrah Mandiri: Perlindungan Jamaah atau Industri Terguncang?
Kemensos Perbarui Data Tunggal Sosial: Kunci Bansos Tepat Sasaran & Antisipasi Bencana
Usul Mencengangkan: Pemilu 2029 Bisa Dicoblos 1 Minggu, Ini Kata Politikus PKS!
E-Voting Pemilu 2029: Bawaslu Dukung Penuh untuk Efisiensi & Transparansi