PARADAPOS.COM - Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina, menyerang balik politisi senior PDIP, Beathor Suryadi, yang menyebut ijazah mantan Presiden Jokowi dipalsukan di Pasar Pramuka.
Silfester tidak tinggal diam dan mengungkap pengalaman masa lalu terkait Beathor.
Ia menyebut bahwa sejak 2014 sudah mengenal dekat sosok Beathor, bahkan pernah mengetahui tindakan tak etis yang diduga dilakukan Beathor saat berada di Kantor Staf Presiden (KSP).
"Beathor ini semenjak 2014 berkawan sama kita. Intinya, kalau dia mengatakan ijazah Pak Jokowi dipalsukan di Pasar Pramuka, sebenarnya dia sendiri pernah memalsukan dokumen di KSP," kata Silfester dikutip pada Kamis (26/6/2025).
Dikatakan Silfester, pada masa KSP di bawah Luhut Binsar Pandjaitan, Beathor sempat menjabat posisi rendah dan kala itu diduga membuat surat atas nama KSP yang ditujukan ke para pengusaha.
Hal itu, lanjutnya, membuat Beathor akhirnya dinonaktifkan dari jabatannya.
"Ceritanya waktu itu dia membuat satu dokumen mengatasnamakan KSP kepada para pengusaha… Diketahui oleh pimpinan KSP, dia akhirnya dinonaktifkan, jadi non-job lah, nggak dipecat," Silfester menuturkan.
Silfester bilang, Beathor sempat mengundangnya untuk menggunakan salah satu ruangan kosong di kantor, meski sudah tidak menjabat, untuk menjalankan aktivitas yang dianggapnya mencurigakan.
"Bahkan dia pernah mengundang saya ketika sudah dinonjobkan. Dia itu kantornya ada satu ruangan kosong tapi ada telepon, terus dia bilang, Bro kita bikin kantor di sini aja. Nanti kita telepon pengusaha-pengusaha," tandasnya.
Sebagai pengacara dan pengusaha, Silfester mengaku menolak ajakan itu.
Ia menduga tindakan Beathor saat ini mungkin dipicu oleh tekanan ekonomi.
Artikel Terkait
SBY Buka Suara Soal Kemampuan Meramal Masa Depan: Bukan Klenik, Tapi Futurology
Amien Rais Klaim Jokowi Tidak Punya Ijazah, Tanggapi 8 Tersangka Kasus Polda Metro
Hoaks! Tangkapan Layar WA Hasto PDIP Soal Soeharto Terbongkar Palsu
Dukungan Pemerintah Rp 57 Juta/Tahun untuk Keluarga 10 Pahlawan Nasional 2025, Termasuk Gus Dur & Soeharto