Oleh: Abdissalam Mazhar Madoh
SEJARAH jargon menang satu putaran adalah awal mula ide paslon Capres nomor urut 1, yang terpola rapih dan mampu memancing lawan ikut larut dalam air arusnya. Hingga yang lain vulgar dengan duit memaksakan situasi.
Padahal, jargon ini (menang satu putaran) tak mungkin untuk ke-3 paslon presiden itu. Alasannya cuma satu, presentase pemilih fanatiknya hampir berimbang.
Menyeberangkan isu guncangan pemilih fanatik pasti tak akan terganggu. Sudah terbentuk basisnya. Semua terletak bagaimana metodeloginya memanfaatkan massa yang kecewa pada partai kecil, baru dan terkhianati.
Opsi paksa ombak ini bukan pada duit, tapi akomodir ide secara masif dan faktual. Makanya beberapa ormas afiliasi angkatan muda, memanfaatkan status ini untuk kumpulkan pundi aji mumpung banyak chen (uang) dan aji mumpung merebut tempat strategis buangan menteri. Jangan heran kalau ada pemasyarakatan jargon menang satu putaran meluas.
Berperang dengan kekuatan uang bukan cara efektif meraih premis mayor kepercayaan rakyat, karena akan menyisakan pertanyaan darimana uangnya?
Tapi menggunakan trik logika adalah hal yang paling efektif dalam situasi sekarang ini. Kata koruptor itu majemuk dalam masyarakat sebagai penjahat, dan tak akan mungkin berubah jadi pebaik. Demikian pula sebaliknya.
Artikel Terkait
Dokter Tifa Soroti Paparan Bareskrim: Ijazah Jokowi dan Sinyal Usut Koran KR?
Pesan Natal Kardinal Suharyo: Seruan Pertobatan Pejabat di Tengah Maraknya Kepala Daerah Diciduk KPK
Pilkada Lewat DPRD: Hanya Akal-Akalan Elite Politik untuk Kekuasaan?
Pengakuan Yusril Ihza Mundur Demi Gus Dur Jadi Presiden 1999: Fakta Sejarah Terungkap