PDIP Tak Lagi Kritis Setelah Kalah Pilpres Pada Era SBY, Ternyata Ini Yang Membuat Berubah!

- Selasa, 05 Agustus 2025 | 08:05 WIB
PDIP Tak Lagi Kritis Setelah Kalah Pilpres Pada Era SBY, Ternyata Ini Yang Membuat Berubah!

PARADAPOS.COM - Sikap politik PDI Perjuangan (PDIP) pasca kalah Pilpres 2024 mengalami perubahan signifikan dibanding saat kalah ketika pilpres 2004 dan 2009 atau pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).


Pengamat politik Adi Prayitno menyebutkan, pada dua periode pilpres itu, PDIP selalu konsisten menjadi oposisi tiap kali kalah. 


Namun, pada saat pilpres 2024, PDIP memilih jadi partai penyeimbang yang dinilai “lembek” terhadap kekuasaan Presiden Prabowo Subianto.


"Kita masih ingat rekam jejak bagaimana PDIP mengkritik hampir semua kebijakan-kebijakan politik yang pernah dikeluarkan oleh SBY," kata Adi dalam kanal YouTube pribadinya, dikutip Selasa (5/8/2025).


Selama menjadi oposisi pada masa pemerintahan SBY, PDIP dinilai sangat kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah.


Sekalipun kebijakan pada saat itu tidak kontroversial dan didukung oleh rakyat, tetapi PDIP masih melontarkan kritiknya.


Namun, sikap serupa justru tidak terlihat saat ini. Sejak Prabowo dilantik sebagai Presiden RI, PDIP justru mengambil posisi sebagai partai penyeimbang.


Dukungan terhadap sejumlah program prioritas Prabowo seperti makan bergizi gratis, revisi UU TNI, hingga kenaikan PPN 12 persen, dinilai sebagai indikasi PDIP tak mengambil posisi oposisi tegas.


Adi melihat perubahan ini tak bisa dilepaskan dari faktor relasi personal antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Prabowo Subianto yang disebut harmonis.


Tak hanya itu, ia juga menyinggung soal pemberian amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang bisa menjadi variabel penting dalam kedekatan itu.


"Memang hubungan harmonis antara Partai Demokrat dengan PDIP dan tentu orang juga menambahkan ini tentu tidak bisa dilepaskan karena Sekjen PDIP Hasto Kristianto mendapatkan amnesti. Jadi variabel ini yang kemudian dijadikan sebagai instrumen partai penyimbang ala PDIP hari ini," jelasnya.


Hubungan dekat itu yang sampai hari ini belum terjadi antara PDIP dengan Demokrat.


Adi menyebutkan kalau hubungan antara SBY dengan Megawati masih penuh konfrontasi dan friksi politik.


"Itulah yang saya sebut ada semacam pergeseran sikap politik PDIP setelah kalah pemilu. Di era SBY totally 100 persen menjadi oposisi, tapi di era Pak Prabowo kemudian menjadi partai penyembang," jelasnya.


Megawati Posisikan PDIP Jadi Penyeimbang Kritis Pemerintahan Prabowo


Selain mengukuhkan Megawati Soekarno sebagai ketua umum periode 2025-2030, Kongres VI PDIP di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), juga menegaskan posisi partai banteng dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.


Megawati mengatakan dalam sistem pemerintahan presidensial seperti Indonesia, tidak dikenal istilah oposisi dan koalisi seperti dalam sistem parlementer. Hal itu, sambung dia, sering disalahpahami dalam demokrasi Indonesia.


"Demokrasi Indonesia bukanlah demokrasi blok-blokan kekuasaan, tetapi demokrasi yang bertumpu pada kedaulatan rakyat dan konstitusi," papar Megawati dalam momen penutupan Kongres, Sabtu (2/8).


Karena itu, Megawati menegaskan bahwa PDIP tidak akan mengambil posisi sebagai oposisi.


Di sisi lain juga tidak sekadar membangun koalisi dalam kekuasaan.


Sebaliknya, PDIP akan berperan sebagai penyeimbang konstitusional yang kritis terhadap kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo.


"PDIP adalah partai ideologis, yang berdiri di atas kebenaran, berpihak pada rakyat, dan bersikap tegas sebagai penyeimbang demi menjaga arah pembangunan nasional," tegasnya.  


Megawati menambahkan, pihaknya tidak berada di dalam kabinet. Tetapi juga tidak memilih jalur oposisi.


Sikap politik PDIP akan menempatkan konstitusi dalam posisi yang paling tinggi. Sehingga tetap berada pada rel konstitusi dan kepentingan rakyat banyak.

Halaman:

Komentar