Indeks yang diterima petani merupakan indikator tingkat pendapatan produksi pertanian, sedangkan indeks yang dibayar menggambarkan perubahan harga yang dibayar petani untuk kebutuhannya, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun biaya produksi dan penambahan barang modal.
"Oleh karena itu ratio ini secara konsep hanya menggambarkan laju perkembangan harga jual dan harga beli, jadi bukan menjadi pendekatan untuk mengukur kesejahteraan petani," jelasnya.
Dia melanjutkan, Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) itu diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, di mana komponen indeks harga yang dibayar hanya terdiri dari Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM).
NTUP dapat lebih mencerminkan kemampuan produksi petani karena yang dibandingkan hanya produksi dengan biaya produksinya. NTUP pada bulan Desember mengalami peningkatan 1,1 persen, di mana peningkatan terjadi di subsektor tanaman pangan dan holtikultura.
"Perkembangan indeks harga konsumsi rumah tangga petani pedesaan pada bulan Desember mengalami inflasi 0,41 persen, terutama pada sub kelompok pakaian dan alas kaki 0,67 persen dan makanan minuman dan tembakau 0,53 persen," ujarnya.
Komoditas yang memberikan andil pada peningkatan indeks harga konsumsi rumah tangga diantaranya adalah benih padi, beras, gula pasir dan bawang merah. Perkembangan indeks harga konsumsi rumah tangga petani secara Years on Years (yoy), jadi Desember 2023 dibandingkan dengan Desember 2022 sebesar 4,74 persen. (thi)
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: kupangnews.com
Artikel Terkait
Pertamina Ajak Komunitas Otomotif Diskusi: Solusi Atasi Isu BBM Viral & Tingkatkan Layanan SPBU
Laba BUMI Anjlok 76,1%, Tapi Laba Usaha Melesat 231,9% di Kuartal III 2025
Transformasi Digital Astra Agro (AALI) Genjot Produktivitas & Keberlanjutan Sawit
Kinerja Tugu Insurance Kuartal III 2025: Laba Rp594,82 Miliar, Aset Tembus Rp32 Triliun