PARADAPOS.COM - John Refra alias John Kei, Rosario de Marshal atau Hercules, dan Basri Sangaji, merupakan tiga nama yang dikenal luas di balik profesi penagihan hutang atau Debt Collector di Indonesia.
Ketiganya menjadi simbol dominasi kelompok dari Indonesia Timur dalam dunia penagihan utang. Nama mereka pun masih melegenda sampai saat ini.
Profesi Debt Collector identik dengan ketegasan dan kerap diwarnai dengan kekerasan. Atas dasar itu, publik sering menganggap Debt Collector sebagai momok menakutkan, terutama bagi nasabah yang menunggak pembayaran.
Mengutip ulasan berbagai sumber, profesi Debt Collector semakin dikenal masyarakat Indonesia sejak era 1990-an.
Dalam banyak kasus, penagihan utang tidak hanya dilakukan oleh lembaga keuangan resmi, tetapi juga oleh individu atau kelompok yang memiliki reputasi kuat dan metode penagihan ekstrem.
Fakta inilah yang membuat nama-nama seperti John Kei, Hercules, dan Basri Sangaji mencuat ke permukaan. Bahkan, menjadi bagian dari sejarah kelam dunia premanisme di Tanah Air.
Ketiga sosok ini tidak datang dari latar belakang yang sama, tetapi mereka memiliki satu kesamaan, yakni hijrah ke Jakarta dan menjadi tokoh sentral dalam jaringan penagih utang ilegal.
Dikutip dari CNBC, John Kei mulai dikenal setelah tiba di Jakarta tahun 1992 untuk menghindari kejaran polisi dari Maluku dan Surabaya.
Sementara itu, Basri Sangaji datang untuk mengadu nasib. Sedangkan Hercules, yang dulunya Tenaga Bantuan Operasi (TBO) Kopassus di Timor Timur, ikut hijrah ke ibu kota bersama tentara.
Menurut peneliti Ian Douglas Wilson dalam bukunya Politik Jatah Preman (2018), pada masa Orde Baru, jasa kelompok ini digunakan oleh masyarakat maupun elite politik untuk menjaga “ketertiban”.
Awalnya mereka bergerak sendiri, tetapi kemudian membentuk kelompok besar berdasarkan asal-usul daerah.
John Kei memimpin kelompok dari Pulau Kei, Basri dari Haruku, dan Hercules dari Timor.
Dalam waktu singkat, ketiganya mendirikan jaringan yang sangat terorganisir, bergerak tidak hanya di dunia premanisme, tetapi juga merambah sektor bisnis penagihan utang dan makelar tanah.
Akar kekuasaan mereka semakin kuat ketika krisis ekonomi 1998 melanda. Saat itu, banyak bank swasta kolaps dan meninggalkan tumpukan kredit macet.
Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan dan lembaga keuangan mulai menggunakan jasa kelompok penagih utang ini.
Artikel Terkait
Sepupu Bobby Nasution, Dedy Rangkuti, Berpeluang Jadi Saksi Kunci Sidang Suap Proyek Jalan Sumut
KPK Tunggu Hasil Sidang Kasus Korupsi Proyek Jalan Sumut untuk Usut Bobby Nasution
Rismon Sianipar Dilaporkan Andi Azwan ke Polisi: Tuduhan TPPU hingga Keturunan PKI
Roy Suryo Dituntut Hukum: IPW Bela Polda, Bukan Kriminalisasi Ijazah Jokowi