"Saudara-saudara, dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung undang-undang perampasan aset. Saya mendukung. Enak saja sudah nyolong enggak mau kembalikan aset. Gue tarik sajalah itu. Setuju?" ujar Prabowo kala itu.
Baru Sebatas Janji
Sebagai peneliti pemberantasan korupsi, Zaenur mengaku menjadi salah satu pihak tidak puas dengan pemberantasan korupsi pada era pemerintahan Prabowo-Gibran.
Sebab, menurutnya Prabowo tidak memiliki arah yang jelas dalam upaya pemberantasan korupsi.
Hal itu juga tergambar dari pernyataan Prabowo sendiri, misalnya mengirimkan koruptor ke pulau terpencil dan akan mengampuni koruptor--yang sempat dilontarkannya pada Desember 2024 lalu.
"Nah sejauh ini saya melihat pemerintahan Prabowo itu belum punya prestasi apapun yang signifikan dalam pemberantasan korupsi. Baru semangat pidato dan janji. Belum berupa tindakan-tindakan nyata," kata Zaenur.
Sejumlah kasus besar yang diungkap pada masa pemerintahan Prabowo, tak bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan pemberantasan korupsi.
Pada masa pemerintahan sebelumnya, juga terdapat kasus besar yang diungkap aparat penegak hukum, seperti kasus korupsi BTS 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika senilai Rp 8 triliun, dan kasus korupsi PT Jiwasraya yang merugikan keuangan negara Rp 16,81 triliun.
Selain itu, upaya pemberantasan korupsi juga masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Di antaranya Indeks Persepsi Korupsi atau IPK yang skornya masih memprihatinkan.
Berdasarkan laporan Transparency International Indonesia (TII) indeks persepsi korupsi pada 2024 berada di angka 37 poin, meningkat tiga poin dibanding pada 2023 dan menempatkan Indonesia di urutan ke 99 dari 190 negara.
Namun angka itu tidak signifikan, sebab skor tersebut mengalami kemerosotan dibanding dengan skor tertinggi yang pernah diraih Indonesia sebesar 40 poin pada 2019.
Dari sisi pemulihan kerugian negara akibat tindakan pidana korupsi juga belum optimal.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK mencatat perputaran uang terkait tindak pidana korupsi pada tahun 2024 mencapai Rp 984 triliun.
Namun yang berhasil dipulihkan masih jauh dari harapan, KPK misalnya pada 2024 hanya berhasil memulihkan keuangan negara senilai Rp 637,99 miliar.
Sementara menurut catatan ICW pada 2023 kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 56 triliun, tapi dipulihkan aparat penegak hukum hanya Rp 7,3 triliun.
Upaya penghukuman juga masih jauh dari harapan. Masih merujuk pada laporan ICW pada 2023, hukuman yang dijatuhkan kepada 898 terdakwa dari 866 kasus korupsi, rata-rata hanya 3 tahun 4 bulan penjara.
Untuk merespons situasi itu, sekaligus menjawab tingginya tingkat keyakinan masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi, Prabowo dapat mengambil langkah konkret seperti segera mendesak DPR mengesahkan rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, dan rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal.
Kemudian, mengembalikan independensi KPK setelah dilemahkan lewat revisi Undang-Undang KPK.
Zaenur pun menyebut keberhasilan pemberantasan korupsi di bawah pemerintahan Prabowo-Gibran akan terjawab setelah lima tahun nanti, dan berapa tingkat indeks persepsi korupsi yang berhasil diraih.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
KPK Wajib Periksa Jokowi dan Luhut Terkait Kasus Korupsi Proyek Whoosh, Ini Alasannya
Update Kasus Ijazah Jokowi: Gelar Perkara Segera Digelar, Satu Terlapor Belum Diperiksa
KPK Didorong Periksa Jokowi & Luhut di Kasus Whoosh, Begini Kata Pakar Hukum
Halim Kalla Belum Ditahan, Ini Kronologi Lengkap Kasus Korupsi PLTU Kalbar yang Rugikan Negara Rp 1,2 Triliun