Cara ketiga, menurut Hensat, adalah yang paling kontroversial: melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi wewenang kepada Presiden untuk mengganti wakilnya.
Ia menilai skenario ini bisa saja terjadi, berkaca pada putusan MK sebelumnya yang meloloskan Gibran ke panggung Pilpres 2024.
"Misalnya, ada permohonan ke MK bahwa bila presiden tidak nyaman dengan wakil presidennya demi kelangsungan negara, atau dalam keadaan terdesak, presiden berhak mengganti wakil presiden.
Dirapatkan, disidangkan di MK, atau seperti putusan 90, diputuskan tanpa sidang. Presiden boleh mengganti wakil presiden di tengah jalan karena alasan keamanan atau kebutuhan negara yang mendesak. Bisa jadi seperti itu," terang dia.
Lebih lanjut, Hensat menduga surat pemakzulan dari para purnawirawan sengaja tidak dibacakan di DPR karena dijadikan alat tawar.
"Surat ini bisa jadi alat tawar-menawar supaya wapres ini mengikuti pak Prabowo lah. Pada saatnya momennya tiba, surat ini bisa digunakan untuk memakzulkan Mas Gibran," imbuhnya.
Ia menambahkan, alotnya pembahasan soal siapa figur pengganti Gibran juga menjadi faktor penentu.
"Kalau Mas Gibran dimakzulkan, harus ada tindak lanjut. Siapa penggantinya? Apakah dari salah satu partai politik? Saya rasa sampai ada kesepakatan siapa yang akan menjadi wakil presiden pengganti, saya rasa surat itu tidak akan dibacakan oleh DPR," pungkasnya.
Ancaman Purnawirawan TNI
Sebelumnya, ketegangan politik meningkat tajam setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyatakan siap mengambil langkah paksa jika DPR dan MPR tak kunjung memproses usulan pemakzulan Gibran.
Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, menegaskan kekecewaannya karena surat resmi yang dikirim tak kunjung ditanggapi.
“Kalau sudah kita dekati dengan cara yang sopan, tapi diabaikan, enggak ada langkah lagi selain ambil secara paksa. Kita duduki MPR Senayan sana. Oleh karena itu saya minta siapkan kekuatan,” kata Slamet dalam pernyataannya, Rabu (2/7/2025).
Slamet bahkan menyebut kehadiran Gibran sebagai "situasi genting bagi bangsa" dan menilai Indonesia berada dalam kondisi kritis.
“Negara kita memang berada di ujung tanduk, masih ada atau hancur. Oleh karena itu mau enggak mau, kita semua harus bergerak untuk menyelamatkan bangsa ini,” tegasnya.
Advokat Layangkan Somasi: Mundur dalam 7 Hari
Gelombang tekanan berlanjut dari kelompok profesi advokat.
Advokat Perekat Nusantara dan TPDI secara resmi melayangkan somasi yang meminta Gibran segera mengundurkan diri.
Mereka menilai keberadaan Gibran sebagai wakil presiden telah mendelegitimasi pemerintahan hasil Pemilu 2024 dan meninggalkan noda hitam dalam sejarah ketatanegaraan, merujuk pada putusan kontroversial MK yang diketuai Anwar Usman.
Melihat kinerja Gibran yang dianggap tidak menonjol, para advokat memberikan ultimatum keras.
"Demi keabsahan dan legitimasi Pemerintah hasil Pemilu 2024, kami menyampaikan SOMASI PERTAMA dan TERAKHIR kepada Gibran agar dalam tempo 7 (tujuh) setelah menerima SOMASI ini, segera menyatakan MENGUNDURKAN DIRI dari Jabatan WAKIL PRESIDEN RI," bunyi somasi tersebut
"Apabila setelah lewat dari 7 (tujuh) hari setelah SOMASI ini diterima, Gibran tidak mengundurkan diri dari Jabatan WAKIL PRESIDEN RI, maka kami akan membawa permasalahan ini sebagai ASPIRASI MASYARAKAT kepada MPR RI untuk menyelenggarakan sebuah SIDANG MPR RI guna MENDISKUALIFIKASI (BUKAN MEKANISME PEMAKZULAN) JABATAN WAKIL PRESIDEN atas nama Gibran Rakabuming Raka,"
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Surya Darmadi Ingin Kembalikan Rp 10 Triliun ke Danantara, Ditepuk Kejagung: Kami Mendakwa Puluhan Triliun!
KPK Harus Usut Tuntas Kasus Korupsi Kereta Cepat! Ini Fakta dan Alasannya
Gugatan Ijazah Gibran Gagal Mediasi, Langsung Disidangkan Hari Ini
KPK Tantang Mahfud MD Bongkar Mark Up Proyek Kereta Cepat yang Diduga Tembus 3 Kali Lipat!