Nadiem Bisa Jadi Justice Collaborator, Berani Bongkar Peran Jokowi?

- Minggu, 07 September 2025 | 09:10 WIB
Nadiem Bisa Jadi Justice Collaborator, Berani Bongkar Peran Jokowi?

PARADAPOS.COM - Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook kembali jadi sorotan publik.


Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, yang kini resmi menyandang status tersangka, disebut memiliki peluang besar untuk menjadi justice collaborator.


Langkah ini dinilai bisa membuka tabir keterlibatan pihak lain, termasuk Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.


Isu keterlibatan Jokowi dalam proyek Digitalisasi Pendidikan 2019–2022 mencuat setelah Nadiem ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kamis, 4 September 2025.


Penetapan ini terjadi usai Nadiem menjalani pemeriksaan ketiga sebagai saksi, sebelum statusnya dinaikkan menjadi tersangka.


Dorongan agar Nadiem berani mengungkap fakta-fakta baru datang dari Direktur Eksekutif Survei dan Poling Indonesia (SPIN), Igor Dirgantara.


Ia menilai mantan bos Gojek itu memiliki posisi strategis untuk membongkar fakta yang selama ini tertutup, apalagi jika ada tekanan dari lingkaran kekuasaan.


Peluang Nadiem Membuka Tabir Kasus


Menurut Igor, status justice collaborator akan memberi perlindungan hukum bagi Nadiem jika ia mau bekerja sama dengan penyidik untuk mengungkap aktor lain di balik proyek Chromebook.


“Hak mengajukan sebagai justice collaborator bisa dilakukan Nadiem. Apalagi, jika ada dugaan tekanan dari penguasa, termasuk Jokowi yang kala itu merupakan bosnya,” ujarnya, Sabtu (6/9).


Igor menambahkan, posisi Nadiem saat menjabat Mendikbud sangat memungkinkan baginya untuk mengetahui proses detail di balik proyek digitalisasi.


Dengan menjadi saksi pelaku yang bekerja sama, Nadiem berpotensi membongkar jaringan lebih besar dari kasus ini.


Proyek Chromebook dan Sorotan Publik


Kasus pengadaan laptop Chromebook sendiri merupakan bagian dari program Digitalisasi Pendidikan 2019–2022, yang awalnya digadang-gadang sebagai terobosan pembelajaran digital.


Namun, praktiknya diduga penuh penyimpangan, mulai dari mark-up harga, pengadaan tak sesuai spesifikasi, hingga potensi kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah.

Halaman:

Komentar