“Pengiriman barang ke Nias hanya bisa dilakukan sekitar satu kali dalam seminggu. Akibatnya, pasokan terbatas dan harga kebutuhan pokok melonjak drastis,” katanya.
Kondisi ini, menurutnya, menjadi bukti nyata bahwa penanganan bencana berskala besar tidak bisa dibebankan hanya pada pemerintah daerah. Pemerintah pusat harus mengambil alih dengan menetapkan status bencana nasional.
Desakan dari Masyarakat Sipil dan Sorotan Anggaran BTT
Desakan serupa sebelumnya telah disuarakan oleh Aliansi Masyarakat Sumut Bersatu Peduli Bencana dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumut, Jumat (12/12).
Koordinator aksi yang juga Ketua Umum Horas Bangso Batak (HBB), Lamsiang Sitompul, menyatakan penanganan banjir belum maksimal karena keterbatasan dana. Ia menyinggung data Bantuan Tak Terduga (BTT) Pemprovsu yang sebelumnya disebut mencapai Rp843 miliar, namun kini tersisa sekitar Rp123 miliar.
“Ke mana sisa dana Rp843 miliar itu? Ini harus diusut. Di sisi lain, pemerintah daerah jelas tidak lagi punya anggaran memadai,” tegas Lamsiang.
Aliansi tersebut juga mendesak DPRD Sumut agar secara resmi meminta Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status bencana nasional di Sumatera Utara. “Korban meninggal sudah ribuan dan masih ada yang hilang. Tapi belum ada sikap tegas dari pemerintah pusat. Ini tidak bisa dibiarkan,” tambahnya.
Ancaman Pemisahan sebagai Peringatan Keras
Laoli menegaskan kembali bahwa ancaman pemisahan wilayah bukanlah tujuan utama. Pernyataan itu dimaksudkan sebagai peringatan keras agar pemerintah pusat segera bertindak cepat, terkoordinasi, dan menyeluruh.
“Jika negara terus abai, maka jangan salahkan masyarakat Nias jika mengambil sikap politik yang lebih keras,” pungkasnya.
Artikel Terkait
4 Tahap Penyelesaian Kasus Ijazah Jokowi: Analisis Hukum Mahfud MD
Kasus Ijazah Jokowi: 4 Tahap Penyelesaian & Analisis Hukum Menurut Pengamat
4 Tahap Penyelesaian Kasus Ijazah Jokowi & Analisis Hukum Mahfud MD
Banjir Bandang Aceh Tamiang 2025: Permukiman Hilang Tertimbun Kayu Gelondongan