Tambang Nikel Raja Ampat Diduga Kuat Dikendalikan Oligarki Jakarta, Ini Buktinya!

- Senin, 09 Juni 2025 | 07:15 WIB
Tambang Nikel Raja Ampat Diduga Kuat Dikendalikan Oligarki Jakarta, Ini Buktinya!




PARADAPOS.COM - Raja Ampat, kawasan bahari yang sering dijuluki sebagai “surga terakhir” Indonesia, kini tengah berada di ujung tanduk.


Bukan oleh badai atau bencana alam, melainkan oleh penetrasi tambang nikel di bawah naungan dua perusahaan besar: PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining.


Keduanya menjadi sorotan setelah Greenpeace Indonesia mengungkap bahaya aktivitas tambang di wilayah tersebut melalui media sosial.


Dalam unggahan di akun @GreenpeaceID, dinyatakan bahwa Raja Ampat kini terancam oleh kerakusan industri nikel dan proyek hilirisasi yang didorong negara.


Greenpeace bukan satu-satunya yang bersuara. Akun @intinyadeh juga menyebut bahwa dua pulau penting — Pulau Kawe dan Pulau Gag — kini hampir seluruhnya telah dikapling oleh konsesi tambang.


Bahkan, kawasan konservasi penyu di Pulau Gag pun tak luput dari ekspansi industri.


PT GAG Nikel diketahui merupakan anak usaha BUMN PT Aneka Tambang (Antam). Artinya, proyeknya memiliki legalitas dan dukungan negara.


Namun yang lebih menarik perhatian publik adalah PT Kawei Sejahtera Mining — perusahaan swasta yang mengantongi IUP nomor 290 Tahun 2013.


Data dari akta notaris yang ditelusuri oleh CERI (Center of Energy and Resources Indonesia mengungkap bahwa nama Freddy Numberi, mantan Menteri Kelautan dan Gubernur Irian Jaya, menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan tersebut.


Tidak berhenti di situ, nama Nono Sampono — mantan Wakil Ketua DPD RI dan eks Komandan Korps Marinir — juga tercatat sebagai Komisaris Utama.


Namun benang merah sesungguhnya mengarah pada sosok Aguan, taipan properti pemilik Agung Sedayu Group dan otak di balik megaproyek PIK 2.


Nama tangan kanannya, Ali Hanafiah Lijaya, juga muncul dalam jajaran komisaris Kawei Sejahtera Mining.


Bahkan, Nono Sampono sendiri merupakan Direktur Utama Agung Sedayu Group, memperkuat dugaan bahwa proyek ini tak bisa dilepaskan dari jejaring bisnis Aguan.


Dampak kerusakan lingkungan dari tambang nikel bukan sekadar teori. Mantan pejabat Kementerian ESDM, Mangantar Marpaung, menjelaskan bahwa metode tambang terbuka (open pit) yang dipakai di Indonesia sangat rentan merusak lingkungan.


Curah hujan tinggi membuat tanah liat laterit mudah larut menjadi lumpur, mencemari aliran sungai dan laut.


Akibatnya, kadar Total Suspended Solid (TSS) meningkat drastis, menyebabkan air keruh dan mematikan terumbu karang serta biota laut pesisir.


Ironisnya, wilayah yang kini ditambang itu sebelumnya pernah ditetapkan UNESCO sebagai bagian dari kawasan konservasi terumbu karang dalam inisiatif Coral Triangle pada 2008. Namun kepentingan bisnis nyatanya melampaui komitmen internasional.


👇👇


TAGS


Sumber: Sawitku

Komentar