Perekat Nusantara Ultimatum Gibran: Mundur atau Dimundurkan!
Maka hanya ada satu pilihan: mundur atau dimundurkan!
Itulah ultimatum yang dilayangkan para advokat yang tergabung dalam Perhimpunan Advokat (Perekat) Nusantara dan Tim Pembela Denokrasi Indonesia (TPDI).
Ultimatum itu disampaikan dalam bentuk surat somasi yang diantarkan ke Istana Wakil Presiden di Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Mereka yang “menggeruduk” kantor Gibran antara lain Petrus Selestinus selalu Koordinator Perekat Nusantara dan TPDI, Erick S Paat, Carrel Ticualu, Robert B Keytimu, Jemmy Mokolensang, Ricky D Moningka, Firman Tendry Masange, Jahmada Girsang dan Posma GP Siahaan.
Mereka memberi ultimatum selama 7 hari sejak surat somasi diserahkan.
“Jika dalam 7 hari tidak mundur, maka Gibran akan dimundurkan oleh MPR. Aspirasi ini akan kita bawa ke MPR,” kata Petrus Selestinus usai menyerahkan surat somasi.
Ya, menjelang Sidang Tahunan MPR, yang biasanya digelar pada 16 Agustus, Perekat Nusantara dan TPDI melayangkan somasi kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Mereka mendesak agar anak sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu mundur karena tidak memenuhi syarat lagi sebagai wapres.
Jika Gibran tak mau mundur, mereka mendesak agar Sidang Tahunan MPR 2025 mengagendakan pendiskulifikasian Gibran sebagai wapres.
“Kalau tak mau mundur, MPR harus mendiskualifikasi Gibran,” tegas Petrus.
Desakan yang sama sudah pernah mereka sampaikan sebelum MPR melantik Prabowo Subianto sebagai Presiden RI dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI pada 20 Oktober 2024 lalu.
Sejumlah alasan pun dipaparkan sebagai dasar mereka mendesak Gibran mundur atau didiskualifikasi oleh MPR.
“Meskipun dalam Sidang MPR 20 Oktober 2024 tidak dibahas surat kami, dan MPR tetap melantik Gibran, namun oleh karena surat kami bagian dari aspirasi masyarakat, sesuai ketentuan Pasal 5 huruf d dan Pasal 10 huruf b UU No 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, maka wajib hukumnya bagi MPR untuk menyerap dan mempertimbangkan pada Sidang Tahunan MPR berikutnya, sesuai ketentuan Pasal 2 UUD 1945, untuk mendiskualifikasi Gibran,” cetus Petrus.
Pun, kata Petrus, karena terdapat peristiwa dan fakta hukum yang muncul sebelum, selama dan sesudah Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Terlebih selama proses uji materi perkara No 90/PUU-XXI/2023, proses pencalonan Gibran sebagai cawapres, dan pasca-penetapan capres-cawapres terpilih oleh KPU pada 24 April 2024, bahkan hingga pelantikan presiden-wapres terpilih pada 20 Oktober 2024 (selama jedah waktu 6 bulan), banyak hal terjadi di ruang publik, namun tidak semua persoalan itu boleh dijadikan objek sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK), karena Pasal 427 UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum membuka pintu untuk mendiskualifikasi cawapres terpilih jika berhalangan tetap,” papar Petrus.
Artikel Terkait
Roy Suryo Dicekal ke Luar Negeri, Ini Daftar 8 Tersangka Kasus Ijazah Jokowi
Bonatua Silalahi Gugat UU Pemilu ke MK, Sebut Data Ijazah Jokowi Data Sampah
Jimly Asshiddiqie Kasihan ke Dokter Tifa, Ungkap Alasan Tersangka Dilarang Audiensi
Turis China Meninggal di Bali Diduga Keracunan Pestisida Kutu Busuk, 10 Korban Dirawat