Habib Jafar Sentil Menkomdigi: Live Demo Diblokir, tapi Konten Dakwah Dibanjiri Judol Nggak Pernah Ditindak!

- Sabtu, 06 September 2025 | 06:20 WIB
Habib Jafar Sentil Menkomdigi: Live Demo Diblokir, tapi Konten Dakwah Dibanjiri Judol Nggak Pernah Ditindak!


PARADAPOS.COM
- Polemik sensor konten demo di media sosial makin memanas usai komentar pedas datang dari pendakwah sekaligus YouTuber, Habib Jafar.

Ia menyinggung sikap pemerintah yang dinilai cepat menindak konten demo karena alasan judi online, tapi terkesan abai saat konten dakwah justru diserbu promosi judi setiap hari.

Sejak aksi unjuk rasa besar pada 25 Agustus 2025, sejumlah warganet mengeluhkan sulitnya mengunggah atau menemukan konten terkait demo di platform digital.

Banyak dari mereka bahkan menandai akun Instagram Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid untuk melayangkan protes.

Merespons keresahan publik, Meutya akhirnya buka suara. Ia menjelaskan adanya temuan aliran dana mencurigakan yang masuk lewat siaran langsung konten demo.

Dana itu diduga berasal dari fitur donasi dan gifts bernilai besar, yang menurut pemerintah terhubung dengan jaringan judi online.

Kritik Habib Jafar: Dakwah Dibanjiri Judi Online


Namun penjelasan tersebut tidak serta-merta meredakan kritik. Habib Jafar menilai alasan itu terkesan kontradiktif dengan realita di lapangan.

“Konten dakwah saya di YouTube bukan hanya disusupi, tapi selalu dibanjiri komentar judi. Kenapa tidak pernah ditindak seketat ini?” tulis Habib Jafar dalam unggahan yang viral di media sosial.

Sindiran ini langsung memicu diskusi panas. Banyak warganet menuding pemerintah tebang pilih dalam menerapkan kebijakan digital.

“Itu pemasukannya lebih gede, bib. Harap maklum aja,” tulis seorang netizen.

“Lagian sekelas menteri kok nggak berdaya lawan judol,” timpal warganet lain.

“Kalau mau adil, sekalian aja blokir judi online sama pinjol. Itu yang bikin masyarakat sengsara,” komentar akun lain.

Sensor Demo, TikTok Live, dan UMKM


Tak hanya soal konten demo, publik juga menyoroti fitur TikTok Live yang sempat tidak bisa digunakan saat aksi berlangsung.

Spekulasi pun bermunculan, namun Meutya Hafid menegaskan bahwa penghentian fitur live merupakan keputusan internal TikTok.

“Termasuk soal live TikTok, itu dilakukan secara sukarela oleh pihak TikTok. Pemerintah justru mendorong agar segera dipulihkan karena banyak UMKM bergantung pada live streaming untuk berjualan,” kata Meutya.

Benar saja, pada 2 September 2025 pukul 16.00 WIB, TikTok kembali mengaktifkan fitur live. Banyak pelaku usaha kecil merasa lega karena kanal penjualan digital mereka bisa beroperasi normal.

Analisis: Judi Online Jadi PR Besar Pemerintah


Kritik Habib Jafar membuka kembali diskusi lama tentang maraknya judi online di ruang digital Indonesia. Fenomena ini bukan hal baru.

Data PPATK sebelumnya menyebutkan bahwa aliran dana judi online pada 2024 mencapai Rp327 triliun, dengan jutaan akun bank terlibat.

Artinya, problematika judi online jauh lebih besar dibanding sekadar masuk ke konten demo.

Jika pemerintah serius menindak, seharusnya langkah komprehensif diambil, mulai dari blokir situs, regulasi ketat platform digital, hingga edukasi publik.

Di sisi lain, sensor konten demo tanpa transparansi justru bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Banyak netizen merasa kebebasan berekspresi mereka dibatasi, padahal yang mereka soroti bukan hanya soal demo, tapi juga ketidakadilan dalam penerapan aturan.

Polemik sensor konten demo dan sindiran Habib Jafar memperlihatkan satu hal: masyarakat menuntut konsistensi pemerintah dalam menangani persoalan digital.

Judi online, pinjaman online ilegal, hingga hoaks terbukti jauh lebih merugikan rakyat.

Jika pemerintah hanya fokus pada isu tertentu tanpa menindak akar masalah yang lebih besar, wajar bila publik merasa kebijakan digital bersifat pilih-pilih.

Pada akhirnya, yang ditunggu publik bukan sekadar klarifikasi, melainkan langkah nyata.

Apakah pemerintah berani bersikap tegas terhadap judi online sebesar mereka menindak konten demo?***

Sumber: hukama

Komentar