Praktik ilegal ini telah menjadi perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena menghambat pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Gede Sandra menilai bahwa ini adalah salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya bertahan di level 4-5 persen selama satu dekade.
Komoditas dan Negara Tujuan yang Paling Terlibat
Praktik misinvoicing banyak terjadi pada komoditas unggulan Indonesia, seperti:
- Batu bara
- Minyak sawit mentah (CPO)
- Logam mulia
- Minyak bumi
Bahkan, dari ekspor limbah logam saja, nilai under invoicing-nya bisa mencapai Rp200 triliun. Adapun negara-negara tujuan yang paling sering terlibat dalam praktik ini adalah Tiongkok, Singapura, Amerika Serikat, Jerman, Jepang, India, Malaysia, Swiss, Korea Selatan, dan Australia.
Mengapa Praktik Ini Sulit Ditangani?
Gede Sandra menilai bahwa secara sistem, seharusnya praktik ini dapat terpantau. Namun, seringkali tidak ditindaklanjuti karena dua alasan utama:
- Kompleksitas birokrasi.
- Adanya persekongkolan antara oknum aparat dan pengusaha besar.
Ketika ditanya mengenai tanggung jawab atas kebocoran masif ini, Gede menyoroti peran Kementerian Keuangan. "Secara struktur, ini tanggung jawab Menteri Keuangan. Kalau Bu Sri Mulyani tidak melapor atau tidak tahu, berarti ada masalah besar di internalnya. Tapi bisa juga semua tahu, hanya tidak ada tindakan," ujarnya.
Artikel Terkait
Hebat! Proyek Kereta Cepat Saudi Rp112 T, Jaraknya 13 Kali Lipat Whoosh
Oknum Polisi Polda Sumut Terancam Hukuman Mati Gara-gara Jual Sabu 1 Kg
Heboh! Proyek Kereta Cepat Saudi 1.500 Km, Biayanya Sama dengan Whoosh yang Cuma 114 Km
Ibu Suruh Pacar Perkosa Anak Sendiri Demi Keguguran, Ikut Pegangin Tangan!