Sumatera Selatan Semakin Menciut, 6 Kabupaten dan 2 Kota Ini Memutuskan Pisah Ranjang untuk Mendirikan Provinsi Baru

- Sabtu, 27 Januari 2024 | 06:20 WIB
Sumatera Selatan Semakin Menciut, 6 Kabupaten dan 2 Kota Ini Memutuskan Pisah Ranjang untuk Mendirikan Provinsi Baru

paradapos.com - Sumatera Selatan adalah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian Selatan pulau Sumatera.

Ibu kota Sumatera Selatan berada di kota Palembang, dan pada tahun 2021 penduduk provinsi ini berjumlah 8.550.849 jiwa.

Secara geografis, Sumatera Selatan berbatasan dengan provinsi Jambi di utara, provinsi Kepulauan Bangka-Belitung di timur, provinsi Lampung di selatan dan Provinsi Bengkulu di barat.

Baca Juga: Sumpah Setia Jurgen Klopp Kepada Liverpool: Tidak akan Melatih Klub Inggris Lainnya Selain The Reds sampai Kapanpun!

Provinsi ini kaya akan sumber daya alam, seperti minyak bumi, gas alam dan batu bara.

Selain itu, ibu kota provinsi Sumatera Selatan, Palembang, telah terkenal sejak dahulu karena menjadi pusat Kedatuan Sriwijaya.

Dari abad ke-7 hingga akhir abad ke-14, provinsi ini merupakan pusat Kerajaan Buddha Sriwijaya, yang memengaruhi sebagian besar kawasan Asia Tenggara. Sriwijaya adalah pusat penting bagi perluasan agama Buddha di Kepulauan Nusantara pada abad ke-8 hingga abad ke-12.

Baca Juga: Sumatera Utara Memang Provinsi Istimewa Bolak-balik Panen Jalan Tol, Sementara Sumatera Barat Masih Jadi Penonton Setia di Dunia Infrastruktur

Sriwijaya juga kerajaan bersatu pertama yang mendominasi sebagian besar Nusantara yang kini disebut Indonesia.

Karena posisi geografisnya, ibu kota Sriwijaya, Palembang, menjadi pelabuhan berkembang yang sering dikunjungi oleh para pedagang dari Timur Tengah, Subbenua India, dan Tiongkok.

Dimulai pada abad ke-13, Islam mulai menyebar di wilayah tersebut, secara efektif menggantikan agama Hindu dan Buddha sebagai agama dominan di wilayah tersebut.

Baca Juga: Tingkatkan Inklusi Keuangan, Bank Mandiri Hadirkan e-money Edisi Khusus Nusantara

Pada abad ke-17, Kesultanan Palembang didirikan dengan Palembang sebagai ibukotanya, pada saat itu pula orang-orang Eropa mulai berdatangan di wilayah ini. Belanda menjadi kekuatan dominan di wilayah tersebut.

Melalui Vereenigde Oostindische Compagnie, Belanda memberikan pengaruh terhadap Kesultanan Palembang. Hingga pada akhirnya Kesultanan Palembang dibubarkan.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: harianhaluan.com

Komentar

Artikel Terkait

Rekomendasi

JOKO Widodo alias Jokowi sudah lengser. Tak lagi punya kekuasaan. Presiden bukan, ketua partai juga bukan. Di PDIP, Jokowi pun dipecat. Jokowi dipecat bersama anak dan menantunya, yaitu Gibran Rakabuming Raka dan Bobbby Nasution. Satu paket. Anak bungsu Jokowi punya partai, tapi partainya kecil. Yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai gurem ini tidak punya anggota di DPR RI. Di Pemilu 2024, partai yang dipimpin Kaesang ini memperoleh suara kurang dari empat persen. Pada posisi seperti ini, apakah Jokowi lemah? Jangan buru-buru menilai bahwa Jokowi lemah. Lalu anda yakin bisa penjarakan Jokowi? Sabar! Semua ada penjelasan ilmiahnya. Semua ada hitung-hitungan politiknya. Manusia satu ini unik. Lain dari yang lain. Langkah politiknya selalu misterius. Tak mudah ditebak. Publik selalu terkecoh dengan manuvernya. Anda tak pernah menyangka Gibran jadi walikota, lalu jadi wakil presiden sebelum tugasnya sebagai walikota selesai. Anda tak pernah menyangka Kaesang jadi ketum PSI. Prosesnya begitu cepat. Tak ada yang prediksi Airlangga Hartarto mundur mendadak dari ketum Golkar. Anda juga tak pernah menyangka suara PDIP dan Ganjar Pranowo dibuat seragam yaitu 16 persen di Pemilu 2024. Persis sesuai yang diinginkan Jokowi. Anda nggak pernah sangka UU KPK direvisi. UU Minerba diubah. Desentralisasi izin tambang diganti jadi sentralisasi lagi. Omnibus Law lahir. IKN dibangun. PIK 2 jadi PSN. Bahkan rektor universitas dipilih oleh menteri. Ini out of the box. Nggak pernah ada di pikiran rakyat. Tapi, semua dengan begitu mudah dibuat. Mungkin anda nggak pernah berpikir mobil Esemka itu bodong. Anda juga nggak pernah menyangka ketua FPI dikejar dan akan dieksekusi oleh aparat di jalanan. Juga nggak pernah terlintas di pikiran ada Panglima TNI dicopot di tengah jalan. Ini semua adalah langkah out of the box. Tak pernah terlintas di kepala anda. Di kepala siapa pun. Ketika anda berpikir Jokowi melemah pasca lengser, ternyata orang-orang Jokowi masuk kabinet. Jumlahnya masih cukup banyak dan signifikan. Ketua KPK, Jaksa Agung dan Kapolri sekarang adalah orang-orang yang dipilih di era Jokowi. Ketika anda tulis Adili Jokowi di berbagai tempat, Kaesang, anak Jokowi justru pakai kaos putih bertuliskan Adili Jokowi. Pernahkah Anda menyangka ini akan terjadi? Teriakan Adili Jokowi kalah kuat gaungnya dengan teriakan Hidup Jokowi. Ini tanda apa? Jelas: Jokowi masih kuat dan masih punya kesaktian. Semoga pemimpin zalim seperti Jokowi Allah hancurkan. inilah doa sejumlah ustaz yang seringkali kita dengar. Apakah Jokowi hancur? Tidak! Setidaknya hingga saat ini. Esok? Nggak ada yang tahu. Dan kita bukan juru ramal yang pandai menebak masa depan nasib orang. Kalau cuma 1.000 sampai 2.000 massa yang turun ke jalan untuk adili Jokowi, nggak ngaruh. Ngaruh secara moral, tapi gak ngaruh secara politik. Beda kalau satu-dua juta mahasiswa duduki KPK, itu baru berimbang. Emang, selain 1998, pernah ada satu-dua juta mahasiswa turun ke jalan? Belum pernah! Massa mahasiswa, buruh dan aktivis saat ini belum menemukan isu bersama. Isu Adili Jokowi tidak terlalu kuat untuk mampu menghadirkan satu-dua juta massa. Kecuali ada isu lain yang menjadi triggernya. Contoh? Gibran ngebet jadi presiden dan bermanuver untuk menggantikan Prabowo di tengah jalan, misalnya. Ini bisa memantik kemarahan massa untuk terkonsentrasi kembali pada satu isu. Contoh lain: ditemukan bukti yang secara meyakinkan mengungkap kejahatan dan korupsi Jokowi, misalnya. Ini bisa jadi trigger isu. Ini baru out of the box vs out of the box. Tagar Adili Jokowi bisa leading. Kalau cuma omon-omon, ya cukup dihadapi oleh Kaesang yang pakai kaos Adili Jokowi. Demo Adili Jokowi lawannya cukup Kaesang saja. Jokowi terlalu tinggi untuk ikut turun dan menghadapinya. Sampai detik ini, Jokowi masih terlalu perkasa untuk dihadapi oleh 1.000-2.000 massa yang menuntutnya diadili. rmol.id *Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Terkini