"Karena ia terkena reshuffle, dan organisasinya Projo turun drastis pengaruhnya pasca dirinya direshuffle sebagai Menkop," tuturnya. Hal ini semakin memperlemah bargaining power-nya di kancah politik nasional.
Langkah Realistis tapi Penuh Risiko
Sebagai Magister Ilmu Politik Universitas Nasional (UNAS), Efriza menganggap langkah Budi Arie Setiadi bergabung ke Partai Gerindra adalah langkah paling realistis, namun sangat pragmatis. Meski tampak sebagai solusi, langkah ini justru membawa dampak negatif.
Dampak negatif tersebut tidak hanya bagi Budi Arie secara personal, tetapi juga bagi Partai Gerindra dan Presiden Prabowo Subianto. Keputusan ini dinilai dapat memicu polemik besar di kalangan publik.
"Realistis bagi Budi Arie dan Projo bergabung ke Gerindra, tetapi tidak secara pribadi bagi Presiden dan Ketum Partai Gerindra. Karena ketika mengiyakan Budi Arie dan Projo bergabung, nilai positifnya kecil dan malah menimbulkan polemik besar di publik," pungkas Efriza.
Langkah politik Budi Arie ini terus menjadi perbincangan hangat, menimbulkan pertanyaan tentang masa depan Projo dan dinamika koalisi partai politik di Indonesia.
Artikel Terkait
Projo Hapus Wajah Jokowi di Logo: Analis Sebut Strategi Akal-Akalan yang Telat
Projo Dukung Jokowi, Pengamat Sebut Ada Upaya Rongrong Kepemimpinan Prabowo
Bimteknas PKS 2025: Strategi Penguatan Pejabat Publik untuk Pelayanan Inovatif
Puan Maharani Soroti Utang Kereta Cepat Whoosh, DPR Bakal Bahas Tuntas