"Ia bermula dari tukang kayu dan berakhir sebagai penguasa tiran populis. Ia mempraktikkan kebohongan politik melalui tampilan kepribadian Jawa yang santun dan merakyat," tulis doktor lulusan Universitas Harvard itu seperti dikutip RMOL, Senin (12/8).
Mayoritas rakyat, sebut Sukidi, tertipu oleh kebohongan Pinokio Jawa yang diekspresikan dengan kesantunan dan kebaikan politik yang karikatural.
Dengan mempraktikkan kebohongan dalam realpolitik, kata anak seorang petani dari Sragen, Jawa Tengah itu, Pinokio Jawa menjungkirbalikkan tatanan moral yang dianut sebagai konsensus bersama dalam kehidupan republik. Batas-batas moral yang tegas antara baik dan buruk, benar dan salah, publik dan personal, berjempalitan.
Di ujung kekuasaannya, kata Sukidi, si Pinokio Jawa mewariskan kultur kebohongan dalam politik tanpa ada sedikitpun rasa bersalah. Ia mempraktikkan kebohongan demi kebohongan dalam politik sebagai strategi permainan kotor untuk mempertahankan kekuasaan.
"Realpolitik yang dipraktikkan dan dirutinkan selama ini melalui politik kebohongan menempatkan Pinokio Jawa sebagai ikon pembohong terbesar," tulis Sukidi lagi.
"Pinokio Jawa menjadikan kebohongan politik sebagai bagian sentral dari karakternya," tambahnya.
Artikel Terkait
Projo Hapus Wajah Jokowi di Logo: Analis Sebut Strategi Akal-Akalan yang Telat
Projo Dukung Jokowi, Pengamat Sebut Ada Upaya Rongrong Kepemimpinan Prabowo
Bimteknas PKS 2025: Strategi Penguatan Pejabat Publik untuk Pelayanan Inovatif
Puan Maharani Soroti Utang Kereta Cepat Whoosh, DPR Bakal Bahas Tuntas