PARADAPOS.COM - Pelantikan Deddy Corbuzier sebagai Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Komunikasi Sosial dan Publik menambah daftar selebritas di pemerintahan.
Sebelum ini, ada Raline Shah yang diangkat sebagai Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Bidang Kemitraan Global dan Edukasi Digital.
Kemudian Yovie Widianto yang dipercaya menjabat sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi.
Yang paling disorot ialah Raffi Ahmad sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Generasi Muda dan Pekerja Seni.
Mengapa pemerintah memercayakan mereka untuk melakukan kerja-kerja kenegaraan? Bagaimana profesionalitas para seleb di tengah kesibukannya di dunia hiburan?
Keputusan membawa para seleb ke lingkaran kekuasaan menuai kritik. Terlebih lagi, pengangkatan Deddy Corbuzier beberapa waktu lalu dilakukan di tengah kesulitan ekonomi sehingga diterapkan efisiensi anggaran di banyak sektor.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah berpendapat pemerintah bisa jadi sedang mengalami krisis kepercayaan diri menghadapi gelombang penilaian publik.
Hal itu membuat fokus kerja bukan lagi tata kelola pemerintahan, tetapi tata kelola citra.
"Bekerja bisa ala kadarnya, tetapi manipulasi informasinya dikerjakan dengan maksimal, cara semacam ini tidak lazim dilakukan kecuali sedang masa kampanye," ujar Dedi saat dihubungi, Rabu (12/2).
Dedi mengatakan cara pemerintahan saat ini mencontoh apa yang dikerjakan oleh presiden sebelumnya yakni Joko Widodo.
Saat itu, Jokowi sering melibatkan selebritas dan influencer dalam setiap kegiatannya.
"Ini sebenarnya buruk, karena pemerintah hanya terkesan bagus di area etalase, sementara substansi kerja pemerintah alami banyak keburukan," imbuhnya.
Ia menilai kehadiran selebritas dengan pengaruh cukup besar di kalangan Gen Z bisa memanipulasi opini.
Namun, di sisi lain, jelas menghamburkan anggaran yang tidak berdampak pada publik.
"Dengan situasi ini, pemerintah akan alami pseudo, hanya seolah-olah telah bekerja untuk rakyat, telah membangun, sementara yang terjadi bisa sebaliknya, manipulatif," ucap Dedi.
"Risiko terbesarnya, pemerintahan pada periode berikutnya akan semakin kesulitan untuk bekerja dengan baik, karena sudah ditradisikan mendahulukan citra dibanding hasil kerja," sambungnya.
Problem Sosialisasi Kebijakan
Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro melihat ada masalah sosialisasi kebijakan di balik fenomena melibatkan selebritas ke pemerintahan.
Secara institusional pun, kata dia, keputusan mengangkat Deddy sebagai staf khusus juga kurang pas karena pemerintah tengah menggalakkan efisiensi anggaran di banyak sektor.
"Kalau dilihat dari sisi urgensi, memang hari ini ada problem soal sosialisasi kebijakan. Dengan ditunjuknya Deddy Corbuzier atau kalangan artis harapannya masalah soal sosialisasi bisa teratasi karena dibantu oleh para artis maupun influencer yang selama ini memang sudah berperan," kata Agung.
Artikel Terkait
Amien Rais Klaim Jokowi Tidak Punya Ijazah, Tanggapi 8 Tersangka Kasus Polda Metro
Hoaks! Tangkapan Layar WA Hasto PDIP Soal Soeharto Terbongkar Palsu
Dukungan Pemerintah Rp 57 Juta/Tahun untuk Keluarga 10 Pahlawan Nasional 2025, Termasuk Gus Dur & Soeharto
Prabowo Beri Julukan Don Si Kancil ke Dasco & Pesan Legacy untuk Kader Gerindra