Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat!

- Kamis, 27 Maret 2025 | 06:25 WIB
Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat!

PARADAPOS.COM - GELOMBANG aksi demonstrasi penolakan pengesahan Revisi Undang-Undang TNI semakin masif dalam sepekan terakhir. 


Di berbagai daerah mahasiswa bersama sejumlah elemen masyarakat turun ke jalanan menyampaikan sikapnya.


Celakanya, aksi unjuk rasa mahasiswa direspon dengan tindakan represif oleh aparat Polri dan TNI. 


Sejumlah peserta aksi dari mahasiswa hingga jurnalis mendapat kekerasan dari aparat.


Data yang dihimpun Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) hingga Rabu 26 Maret 2025, menyebutkan aksi unjuk rasan penolakan pengesahan RUU TNI tersebar di 51 wilayah di Indonesia. 


Dilaporkan 10 dari 51 wilayah yang menggelar demonstrasi mendapatkan tindakan represif dari aparat.


Beberapa wilayah yang mendapatkan tindakan represif di antaranya terjadi di Surabaya dan Malang. 


Di Surabaya aksi demonstrasi digelar pada 24 Maret. Di sana unjuk rasa berakhir dengan ricuh.


Sejumlah demonstran mengalami tindakan kekerasan dari aparat, bahkan 25 orang dilaporkan ditangkap. 


Tak hanya itu, seorang jurnalis bernama Rama dari Beritajatim.com dilaporkan mengalami tindakan kekerasan. Dia dipukuli dan diseret oleh polisi.


Sementara di Malang, aksi unjuk rasa digelar di depan Kantor DPRD Kota Malang pada 23 Maret. 


Aksi unjuk rasa juga berakhir ricuh, dan sejumlah demonstran mengalami tindakan kekekaran. Setidaknya empat pengunjuk rasa dan enam polisi mengalami luka-luka.


Selain itu beredar pula video viral yang menunjukan posko tim medis yang diduga diserang polisi dan militer. 


Hal itu juga dikonfirmasi oleh Koordinator Lembaga Bantuan Hukum Surabaya Pos Malang Daniel Alexander Siagian. Padahal katanya, posko medis tersebut berada jauh dari titik aksi.


Di Jakarta, hal serupa juga terjadi pada aksi demonstrasi yang digelar di depan Gedung DPR RI pada 20 Maret. 


Bahkan seorang pengemudi ojek online dipukul hingga babak belur oleh anggota kepolisian.


Di Lumajang aksi unjuk rasa digelar di depan Gedung DPRD Kabupaten Lumajang pada 24 Maret. Dua mahasiswa dilaporkan terluka. 


Bahkan beredar video viral tindakan kekerasan yang dilakukan aparat berbaju militer terhadap seorang demonstran.


Dari berbagai rangkaian aksi unjuk rasa tersebut, Ketua Bidang Advokasi YLBHI Zainal Arifin menyebut terdapat pola baru dilakukan aparat dalam merespons aksi, yakni pelibatan anggota TNI.


"Kalau dulu kekerasan dilakukan oleh aparat kepolisian, hari ini melibatkan militer di beberapa wilayah," kata Zainal pada acara diskusi daring, Rabu (26/3/2025).


Dia menilai masifnya aksi kekerasan yang melibatkan anggota TNI menjadi sebuah peringatan, sekaligus upaya membungkam masyarakat sipil. 


Terlebih pada saat RUU TNI disahkan menjadi undang-undang di kompleks DPR-MPR, Senayan, Jakarta mendapatkan pengamanan dari anggota TNI bersenjata.


"Apakah kemudian ingin memberikan sinyal bahwa, 'Hei! Para sipil, militer kembali, kalian jangan main-main.' Nah saya rasa ini kemudian juga harus dimaknai," ujar Zainal.


Serangan di Ruang Digital


Bersamaan dengan semakin besarnya gelombang aksi unjuk rasa penolakan pengesahan RUU TNI, Southeast Asia Freedom of Expression Network atau Safenet menerima banyak aduan penyerangan yang terjadi ruang digital. Safenet mencatat terdapat 25 serangan.


Serangan itu berupa doxing, peretasan, pengambilalihan akun media sosial seperti Whatsapp dan Instagram, serta teror berupa pesan berisi ancamanan.

Halaman:

Komentar