Terbaru! Roy Suryo Bongkar Kejanggalan Ijazah Jokowi: Skripsi Cacat Hingga Foto Tak Sesuai

- Jumat, 11 Juli 2025 | 06:50 WIB
Terbaru! Roy Suryo Bongkar Kejanggalan Ijazah Jokowi: Skripsi Cacat Hingga Foto Tak Sesuai




PARADAPOS.COM - Polemik seputar keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali memanas setelah pakar telematika, Roy Suryo, secara blak-blakan membeberkan berbagai temuan analisisnya dalam sebuah podcast Forum Keadilan.


Dalam diskusi yang penuh sorotan tersebut, Roy Suryo menegaskan keyakinannya bahwa ada banyak kejanggalan dalam ijazah yang selama ini menjadi perbincangan publik, bahkan menyebutnya "99,9 persen palsu" berdasarkan serangkaian metode ilmiah.


Pernyataan berani Roy Suryo ini didasari oleh analisis mendalam yang melibatkan ELA (Error Level Analysis), face recognizer, komparasi dengan ijazah rekan seangkatan, hingga pemeriksaan skripsi yang diduga milik Joko Widodo.


Salah satu poin krusial yang diungkap Roy Suryo adalah absennya ijazah asli Joko Widodo dalam gelar perkara khusus yang diadakan di Bareskrim Polri.


"Dalam gelar perkara khusus itu, ijazah aslinya tidak dihadirkan, itu sangat lucu dan mengecewakan," ungkap Roy Suryo dengan nada heran.


Ia menambahkan bahwa yang diperlihatkan sebelumnya (22 Mei) hanyalah fotokopi ijazah dengan kualitas buruk, terlipat, bahkan ada tetesan kopi. 


Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan keabsahan proses pembuktian yang dilakukan oleh pihak berwenang.


Dugaan Ketidaksesuaian Teknis pada Ijazah dan Skripsi


Roy Suryo tidak hanya berhenti pada absennya dokumen asli. 


Ia memaparkan detail teknis yang menurutnya menguatkan dugaan pemalsuan.


Ijazah Joko Widodo yang bernomor 1120, saat dibandingkan dengan ijazah tiga rekan sejawatnya (nomor 1115, 1116, 1117) yang diterbitkan pada hari yang sama, menunjukkan perbedaan signifikan pada bentuk dan posisi huruf.


"Tidak mungkin terjadi jika diterbitkan pada hari yang sama," tegas Roy Suryo. 


Perbedaan font dan tata letak ini menjadi salah satu indikator kuat yang menarik perhatian ahli telematika tersebut.


Tak hanya ijazah, skripsi yang disebut-sebut milik Joko Widodo juga tak luput dari analisis Roy Suryo.


Ia menemukan keanehan pada halaman pengesahan skripsi yang terlihat masih putih dan baru, berbanding terbalik dengan halaman lain yang sudah berusia puluhan tahun. 


Lebih jauh, terdapat perbedaan antara ketikan manual dan komputer dalam dokumen tersebut.


"Ada kesalahan penulisan gelar 'Prof.' untuk Dr. Ir. Ahmad Suyitro pada lembar pengesahan skripsi (November '85), padahal beliau baru dikukuhkan sebagai guru besar pada Maret '86," ungkap Roy Suryo, menambahkan bahwa putri Profesor Sumitro juga mengeluhkan hal ini.


Menurutnya, skripsi yang cacat seperti itu tidak akan lulus dan tidak akan menghasilkan ijazah asli. 


nalisis face recognizer juga menunjukkan bahwa foto pada ijazah yang beredar tidak cocok (mismatch) dengan wajah Joko Widodo.


Kritik Terhadap Penanganan Kasus dan Peran UGM


Roy Suryo juga menyoroti cara penanganan kasus ini. 


Meskipun mengakui bahwa gelar perkara khusus berjalan bagus secara pelaksanaan, ia menyayangkan ketidakseimbangan metode ilmiah yang dipertandingkan.


Ia bahkan meragukan kapasitas ahli yang dihadirkan pihak Joko Widodo, Josua Sinawela, yang menurutnya lebih mirip ahli sastra daripada ahli digital forensik.


Terhadap institusi pendidikan, Roy Suryo merasa miris dengan dugaan UGM yang bisa diorkestrasi secara manipulatif, seperti sulitnya akses skripsi-skripsi saat ini dibandingkan masa lalu.


Ia menegaskan bahwa tindakannya adalah bentuk kecintaan terhadap UGM, demi menjaga nama baik kampus dari intervensi pihak tertentu.


"Saya tidak rela UGM menjadi alat pihak tertentu yang justru mendegradasi nama baik kampus," tegasnya.


Ia juga mempertanyakan mengapa UGM tidak menunjukkan kebanggaan terhadap alumninya yang menjadi presiden selama 10 tahun, misalnya dengan membuat kenangan atau prasasti.


Menanggapi potensi tuntutan hukum terhadap dirinya, Roy Suryo menyatakan tidak khawatir.


"Saya tidak khawatir jika UGM mau menuntut saya, karena lembaga tidak bisa menuntut," ujarnya santai.


Ia menekankan bahwa penelitiannya bersifat ilmiah dan memiliki dasar kuat.


Polemik ijazah ini dipastikan akan terus bergulir, menuntut kejelasan dan transparansi dari berbagai pihak terkait. 


Penantian publik terhadap pengungkapan fakta yang sesungguhnya menjadi semakin besar, terutama mengingat posisi Joko Widodo sebagai kepala negara.



Sumber: Suara

Komentar