PARADAPOS.COM - Wacana grand design politik keluarga Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang digadang-gadang akan langgeng pasca-lengser, kini diprediksi ambyar di tengah jalan.
Fondasi Grand Design Politik Jokowi yang dibangun disebut terlalu rapuh untuk menopang bangunan kekuasaan jangka panjang.
Pengamat politik kawakan, Ray Rangkuti, secara blak-blakan membedah kondisi ini.
Dalam analisisnya di Podcast Forum Keadilan TV, ia menyebut desain besar itu kini tak lebih dari puing-puing rencana yang berserakan.
"Tidak ada lagi grand design yang utuh untuk keluarga Jokowi, semuanya sudah berkeping-keping," ujar Ray Rangkuti, membuka analisis tajamnya dikutip dari YouTube.
Menurutnya, prediksi suram ini bukan tanpa sebab.
Ada satu kesalahan fatal yang menjadi biang kerok utama dari retaknya bangunan politik yang coba dirancang oleh Jokowi.
Fondasi Rapuh Bernama 'Pertemanan'
Akar masalah dari potensi runtuhnya dinasti politik ini, menurut Ray, terletak pada asumsi keliru dari sang patron utama, yakni Presiden Jokowi sendiri.
Jokowi dinilai gagal membangun sebuah ikatan politik yang solid dan tulus.
"Kesalahan terbesar Jokowi adalah menganggap semua bisa dikontrol pasca tidak jadi presiden," tegas Ray Rangkuti.
Ia menjelaskan bahwa selama dua periode berkuasa, Jokowi tidak membangun fondasi "persaudaraan" politik yang kokoh, melainkan sekadar "pertemanan" yang sangat transaksional dan didasarkan pada kalkulasi untung-rugi sesaat.
"Padahal ia tidak membangun 'persaudaraan' politik, melainkan 'pertemanan' yang berbasis untung-rugi," tambahnya.
Implikasinya sangat berbahaya. Ketika Jokowi tidak lagi memegang tongkat kekuasaan, para "teman" ini secara alami akan mulai menghitung ulang posisi dan keuntungan mereka.
Loyalitas yang dulu tampak solid bisa menguap begitu saja.
"Teman-teman politik Jokowi kini akan mengkalkulasi keuntungan jika terus mendukungnya," ungkap Ray, mengisyaratkan potensi eksodus dukungan politik dalam waktu dekat.
Beban Berat Gibran dan Isu yang Menerpa Keluarga
Konsekuensi dari fondasi yang rapuh ini kini mulai dirasakan oleh anggota keluarga Jokowi yang terjun ke panggung politik.
Jalan mereka tidak lagi mulus seperti yang dibayangkan. Berbagai isu miring dan tantangan politik berat mulai menghadang.
Ray secara spesifik menyoroti tantangan yang dihadapi anak dan menantu Jokowi.
"Tantangan besar dihadapi keluarga Jokowi, seperti anak yang didorong untuk dimakzulkan dan menantu yang dikaitkan dengan OTT KPK," ujarnya, merujuk pada isu pemakzulan yang sempat diwacanakan terhadap Gibran Rakabuming Raka dan kasus yang menyeret nama Bobby Nasution.
Beban terberat, kata Ray, kini berada di pundak Gibran sebagai Wakil Presiden terpilih.
Tanpa pengalaman dan jaringan politik yang mengakar kuat di level nasional, posisi Gibran sangat rentan.
"Menilai bahwa Gibran memiliki beban yang lebih berat karena kurangnya pengalaman dan jaringan politik nasional yang luas dibandingkan tokoh lain," katanya.
Popularitas Merosot: Proses Alami atau Alarm Peringatan?
Di tengah berbagai tantangan tersebut, popularitas Jokowi sendiri menunjukkan tren penurunan yang lebih cepat dibandingkan presiden-presiden pendahulunya.
Namun, Ray Rangkuti melihat ini sebagai sebuah dinamika yang wajar dalam siklus kekuasaan.
Ia menepis anggapan bahwa ada desain besar dari kekuatan politik tertentu untuk menjatuhkan Jokowi dan keluarganya.
Menurutnya, ini adalah proses alami yang tak terhindarkan.
"Menyatakan bahwa popularitas Jokowi menurun lebih cepat dari presiden sebelumnya, dan ini adalah proses alami, bukan karena ada desain politik besar untuk menjatuhkannya," jelas Ray Rangkuti.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Kembali Terjadi, Keracunan MBG Coreng Program Baik Pemerintah
Relawan Jokowi Yakin Roy Suryo cs Dipenjara di Kasus Tudingan Ijazah Palsu: Game Over!
Dospem Skripsi Dibantah Jokowi, Dokter Tifa Kasihani Pak Kasmudjo: Hidup Ketakutan Demi Kebohongan?
Said Didu Peringatkan Jokowi: Jangan Jumawa, Tak Ada Yang Kuat Melawan Suara Rakyat!