Angka-angka ini jauh melampaui rata-rata industri yang sebesar 16,84x PER dan 1,39x PBV, sehingga menunjukkan status overvalued.
Penilaian yang berlebihan ini diperburuk oleh penurunan penjualan dan laba baru-baru ini, serta penurunan profitabilitas yang signifikan sebesar -79,4% dari tahun 2021 hingga 2022.
IPO AYAM yang berhasil menghimpun dana sebesar Rp80 miliar melalui penerbitan 800 juta saham merupakan langkah strategis untuk memanfaatkan prospek pertumbuhan.
Dana IPO tersebut diperuntukkan untuk berbagai keperluan, antara lain pembelian lahan, pembangunan fasilitas pembenihan, pembayaran utang, dan modal kerja.
Namun, terlepas dari rencana ambisius tersebut, kinerja keuangan AYAM menunjukkan tren yang memprihatinkan dengan penurunan penjualan sebesar 22,35% Year-on-Year (YoY) menjadi Rp115,66 miliar per 31 Mei 2023, meskipun laba sebelum pajak dan laba bersih mengalami penurunan. terlihat meningkat masing-masing sebesar 48,78% dan 59,63% YoY.
Tantangan sektor perunggasan yang lebih luas pada tahun 2023, terutama kenaikan harga jagung yang berdampak pada profitabilitas, juga mempengaruhi posisi AYAM di pasar.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: balitren.com
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Raperda KTR DKI: Larangan Jual Rokok 200 Meter dari Sekolah Picu Pro Kontra, Ini Dampaknya
MotionTrade Lite vs Pro: Review Fitur & Keunggulan untuk Pemula dan Profesional
CBRE (Cakra Buana Resources Energi) Proyeksi Kinerja Kuartal IV-2025: Analisis Lengkap dan Dampak Akuisisi Hilong 106
Struktur Kepemilikan CTRA: Keluarga Ciputra Kuasai Mayoritas Saham