Dua Logika Keadilan Dalam Kasus Hasto dan Tom Lembong

- Senin, 04 Agustus 2025 | 07:45 WIB
Dua Logika Keadilan Dalam Kasus Hasto dan Tom Lembong

PARADAPOS.COM - Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrat, Rachland Nashidik bicara soal Abolisi Hasto dan Amnesti Tom.


Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Rachland Nashidik menyebut ini sebagai dua logika keadilan.


“Abolisi Hasto dan Amnesti Tom: Dua Logika Keadilan (1),” tulisnya dikutip Senin (4/8/2025).


Dikatakan, Presiden Prabowo Subianto memberi abolisi untuk Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan, dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan. 


Keduanya dihadapkan pada dakwaan korupsi. Tapi mengapa negara memberikan pengampunan berbeda?


Pertanyaan ini kata dia, membawa pada fondasi penting dalam hukum pidana, perbedaan antara kejahatan terhadap negara (crimes against the state) dan kejahatan terhadap individu (crimes against individual).


Menurutnya, perbedaan ini bukan hanya semantik. 


Tapi menyentuh jantung pertanyaan yang lebih besar: siapa sebenarnya korban dari kejahatan itu—negara, atau warganya sendiri?


“Crimes against the state adalah kejahatan yang merugikan atau mengancam kepentingan negara sebagai institusi publik—baik melalui korupsi, kudeta, sabotase, maupun tindakan lain yang merusak integritas negara. Jadi dalam kejahatan jenis ini, negara adalah korban,”


“Sebaliknya, crimes against individuals terjadi ketika negara atau aparatnya justru menjadi pelaku pelanggaran hukum terhadap warga negara. Kejahatan jenis ini dihubungkan dengan Hak Asasi Manusia karena negara yang diberi mandat untuk melindungi warga negara, justru memperkosa hak asasi warganya,” tambahnya.


Rachland menyebut untuk kasus yang dihadapi oleh Tom Lembong merupakan kriminalisasi kebijakan.


Dimana, kebijakan publik yang dijalankan atas dasar pertimbangan tugas dan tanpa niat jahat yang harusnya tidak dikriminalisasi.


Thomas Trikasih Lembong didakwa melakukan tindak pidana korupsi saat menjabat Menteri Perdagangan, terkait kebijakan impor pangan.


Namun demikian, di dalam prosesnya, pengadilan lebih menyoal diskresi kebijakan yang dia jalankan, daripada sangkaan memperkaya diri atau merugikan negara secara pribadi.


Padahal, lanjut dia, kebijakan publik yang dijalankan atas dasar pertimbangan tugas dan tanpa niat jahat, seharusnya tidak boleh dikriminalisasi.


Halaman:

Komentar