PARADAPOS.COM - Baru-baru ini Presiden Prabowo Subianto bikin kejutan untuk rakyat.
Namun, kejutannya bukan sesuatu yang positif, melainkan hal buruk.
Yakni pemberian penghargaan berupa Bintang Mahaputera terhadap 141 tokoh, baik yang masih hidup maupun almarhum.
Di mata Presiden Prabowo, ke-141 tokoh itu berjasa besar bagi bangsa Indonesia, sehingga layak diganjar penghargaan Bintang Mahaputera.
Terkait penghargaan ini, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, minta publik harus menolaknya.
Sebsb kata Hendardi, penghargaan ini terkesan asal, dan kental nuansa subjektivitas dari Presiden Prabowo.
Presiden Prabowo dianggap Hendardi mengabaikan fakta sejarah dan hukum terhadap tokoh yang mendapat penghargaan itu.
Hendardi selama ini dikenal sebagai aktivis hak asasi manusia (HAM) dan tokoh pluralisme.
Sepak terjang pria yang lahir pada 13 Oktober 1957 di Jakarta ini tak perlu diragukan lagi, karena selama lebih dari empat dekade dalam memperjuangkan demokrasi, keadilan sosial, dan keberagaman.
Hendardi menilai Penganugerahan Bintang Mahaputera kepada 141 tokoh tersebut bertentangan dengan UU No. 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan adalah regulasi resmi yang mengatur mekanisme pemberian penghargaan negara kepada individu, institusi, atau organisasi atas jasa luar biasa mereka bagi bangsa dan negara.
Apalagi ada sejumlah nama yang dianggap tak layak mendapatkan Penganugerahan Bintang Mahaputera dari Presiden Prabowo itu.
Dia mencontohkan, nama Burhanuddin Abdullah, Wiranto, Teddy Indra Wijaya hingga Bahlil Lahadalia.
Hendardi menilai subjektivitas Presiden sebagai Kepala Pemerintahan sangat nyata dalam pemberian Bintang Mahaputera tersebut.
Anugerah Tanda Kehormatan adalah bentuk penghargaan resmi dari Negara Republik Indonesia yang diberikan kepada individu, kelompok, atau institusi atas jasa luar biasa, pengabdian, dan prestasi yang berdampak signifikan bagi bangsa dan negara.
Hendardi menyebut, Pasal 2 UU No. 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan menegaskan sejumlah asas yang melimitasi secara ketat pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, antara lain asas kemanusiaan, asas keteladanan, asas kehati-hatian, asas keobjektifan, dan keterbukaan.
"Penganugerahan Bintang Mahaputera pada tahun 2025 harus ditolak karena beberapa alasan yang secara substantif bertentangan dengan asas-asas dalam UU tersebut," kata Hendardi, Kamis (28/8/2025).
Hendardi kemudian menyebutkan 5 alasannya:
Pertama, menurut Hendardi, beberapa figur secara objektif terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia masa lalu, utamanya Tragedi HAM 1998 dan Pelanggaran HAM seputar Referendum Timor Leste, seperti Wiranto.
Artikel Terkait
Praperadilan Nadiem Makarim vs Kominfo: Putusan Hakim Dibacakan Hari Ini!
Kejagung Bikin Heboh: Daripada Buron, Malah Memohon ke Pengacara Silvester, Ada Apa?
Hotman Paris Dibantah! JPU Tegaskan Ada Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Laptop Chromebook
Propam Usut Dugaan Perselingkuhan Anggota Brimob Polda Jabar, Ini Fakta-Faktanya!